Wujud Peduli Limbah Di Sejumlah Negara

22 November 2012
Dibaca : 1615 kali

Meningkatnya kesadaran tentang bahaya yang timbul akibat pemanasan global pada beberapa tahun belakangan, ternyata membuat tren gaya hidup hijau menjadi makin digandrungi.

Faktanya, sebagaian besar masyarakat dunia kini semakin marak menyerukan dan menerapkan gaya hidup sehat tersebut. Bahkan, pihak pemerintah di beberapa negara maju juga dikabarkan  telah benar-benarconcern terhadap gaya hidup yang dikenal dengan istilah green life style tersebut. Salah satunya ialah pemerintahan Korea Selatan.

Kepedulian Korea Selatan akan hidup sehat tercermin dari adanya metode khusus dalam penanganan limbah sampah yang dihasilkan penduduknya, baik itu  sampah rumah tangga (household waste), sampah sisa makanan, ataupun sampah yang berasal dari sisa industri.

Berdasarkan data yang dilansir dari situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup Republik Korea menyebutkan bahwa tiap tahunnya ada kenaikan volume sampah di negeri gingseng tersebut. Data terakhir pada tahun 2007 menunjukkan ada sebanyak 50,346 ton sampah rumah tangga yang dihasilkan tiap harinya.

Hal itulah yang mendorong negara dengan jumlah penduduk 48, 4 juta jiwa ini pada akhirnya menjadiconcern memandang sisi penting akan bahaya sampah terhadap lingkungan.

Kendati data tersebut menunjukkan adanya kenaikan volume sampah tiap tahunnya, Korea Selatan telah menerapkan metode penanganan sampah rumah tangga dengan menggunakan Volume-based Solid Waste Fee System, yaitu masyarakat diharuskan membayar biaya pengolahan sampah sesuai dengan jumlah sampah yang mereka hasilkan.  

Metode ini dinilai sangat berhasil dalam mengurangi jumlah sampah sebanyak 45% dari total sampah yang dihasilkan. Disamping itu, Volume-based Solid Waste Fee System juga dikabarkan telah mampu menghasilkan keuntungan sebesar USD4 milyar.

Keseriusan Korea Selatan dalam penanganan sampah juga makin terlihat dari adanya kebijakan baru yang dibuat pemerintah Korea Selatan pada 1999 lalu.

Seperti yang dikutip dari  situs resmi UNEP (United Nations Environment Programme), divisi lingkungan PBB, menuliskan bahwa pada tahun tersebut pemerintah Korea Selatan dikabarkan telah berhasil menggalakkan program daur ulang limbah sampah yang dikenal dengan nama Extended Producer Responsibility (EPR).

Program ini mewajibkan perusahaan dan importir yang ada di Korea Selatan untuk mendaur ulang kembali sebagian dari produk yang mereka hasilkan. Program daur ulang dan manajemen sampah tersebut tidak hanya berhasil mengurangi limbah, namun juga berhasil menjadikan sampah sebagai sumber energi.

Selain dapat mendukung pelestarikan lingkungan, kegiatan ini sekaligus juga dapat menciptakan ribuan lapangan kerja baru bagi masyarakat di negeri ginseng itu.

Lima tahun setelah kebijakan EPR ini diluncurkan tepatnya pada 2003, sebanyak 6,067 juta ton sampah berhasil didaur ulang dengan manfaat finansial mencapai lebih dari USD1,6 miliar. Sedangkan pada 2008, sebanyak 69.213 ton produk plastik dapat didaur ulang dengan membawa manfaat ekonomi sebesar USD69 juta.

Selain itu, dalam empat tahun penerapan EPR (2003-2006), sistem ini juga berhasil menciptakan 3.200 lapangan kerja baru. Bahkan, manfaat EPR terhadap kelestarian lingkungan juga tak kalah besarnya.

Dengan mendaur ulang produk-produk yang telah ditentukan, pemerintah Korea Selatan berhasil mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) rata-rata 412.000 ton per tahunnya. Sehingga dengan itu, sistem EPR pun telah berhasil mencegah terciptanya 23.532 ton emisi gas rumah kaca dari pembuangan dan pembakaran sampah plastik yang ada.

Walaupun jumlah sampah di Korea Selatan terus meningkat (sejak tahun 2000), namun jumlah sampah yang berhasil didaur ulang juga terus mengalami kelonjak. Contohnya, pada tahun 2007 sebanyak 57,8% sampah padat berhasil didaur ulang dan hanya 23,6% yang dibuang. Pada tahun yang sama, sebanyak 81,1% dari total sampah pun berhasil didaur ulang.

Dengan berkurangnya sampah dan tempat pembuangan, bisnis baru pun tercipta. Salh satunya ialah Proyek Pemulihan Kembali Gas Dari Sampah Korea (Korea’s Landfill Gas Recovery Project) yang kini telah menjadi sebuah pengembangan energi bersih yang besar dengan kapasitas energi mencapai 50 MWh dan produksi sebesar 363.259 MWh pada tahun 2009.

Selain itu, proyek lainnya yang bernama Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Perkotaan (Metropolitan Landfill Power Plant) juga berhasil mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 0,4 juta ton antara April dan November pada 2007. Tak hanya itu saja, pada 2009 lalu pembangkit listrik tenaga sampah ini juga telah berhasil mengurangi impor minyak Korea Selatan hingga sebesar 530.000 barel.

Sehingga dengan adanya proyek ini pemerintah Korea Selatan mengharapkan mampu mengurangi sebanyak 7 juta ton emisi gas rumah kaca dalam jangka waktu 10 tahun yaitu dari April 2007 hingga April 2017 mendatang. Dalam periode yang sama, pembangkit tersebut juga diharapkan mampu menghemat biaya pemerintah hingga sebesar USD126 juta tiap tahunnya. Dan sampai saat ini pemerintah Korea Selatan juga masih terus berusaha untuk mengembangkan teknologi baru dalam penaganan sampah yang lebih baik lagi kedepannya.

Sedangkan bentuk green life style pemerintah China diwujudkan dengan cara mengembangkan kredit hijau atau dalam dunia ekonomi dikenal dengan istilah green credit. Dengan target pengurangan konsumsi energi hingga 20% per tahunnya, pemerintah China menggunakan industri keuangan sebagai alat untuk membersihkan industri yang mencemari lingkungan.

Yang mana, sejak tahun 2006 lalu sejumlah bank di China mulai memperketat pinjaman bagi berbagai perusahaan penyumbang polusi terbesar bagi negara mereka. Baik berupa polusi udara, air, maupun yang berasal dari sisa hasil produksi perusahaan tersebut.

Sementara itu, guna mengurangi ketergantungan dari penggunaan minyak dan gas bumi yang berlebihan pemerintah Tunisia mengambil langkah cerdas dengan mempromosikan pembangunan dan pengembangan energi terbarukan yang mengunakan energi surya atau matahari. Seperti yang dilansir dari situs resmi UNEP dengan penggunaaan energi bersih ini antara tahun 2005 hingga 2008 pemerintah Tunisia telah berhasil menghemat biaya subsidi energi hingga sebesar USD1,1 miliar. Cheerli

Share