WC AMAN, HATI TENTRAM :: Kisah Candrayana, Kader STBM di Medan

07 Februari 2013
Dibaca : 1828 kali

Perkenalkan saya Candrayana, saya adalah kader pokja STBM kelurahan kota Bangun. Saya tinggal di Gang Perjuangan di kota Bangun, kecamatan Medan Deli, Medan, Sumatera Utara. Lingkungan saya boleh dibilang belum bersih dari yang namanya sampah dan limbah rumah tangga. Parit di lingkungan kami kecil dan dialirkan ke parit besar yang menampung semua limbah rumah tangga di lingkungan.

Rata – rata warga sekitar kami, salah satunya Bapak Sinaga, memanfaatkan parit untuk menampung limbah rumah tangga.

Bapak Sinaga mempunyai mempunyai 7 rumah sewa dan 1 rumahnya sendiri. Untuk rumah-rumah itu, Bapak Sinaga menyediakan dua tangki septik. Satu tangki septik menampung tinja dari empat rumah. Sayangnya, salah satu tangki septik tersebut  tidak mempunyai lobang pipa hawa.

Setelah saya jadi kader pokja STBM, hati saya terpanggil untuk memberitahukan kepada Bapak Sinaga bahwa tangki septik  tanpa lobang hawa dapat menimbulkan dampak buruk pada lingkungan, bahkan mungkin suatu waktu tangki septik tersebut dapat meledak. Saat saya memberitahu Bapak Sinaga,  beliau itu marah luar biasa dan menganggap saya sok tahu. Saya tidak mau menyerah.

Tak dinyana, seminggu kemudian Tangki septik tersebut bocor, tinja keluar dari samping. Saya kemudian menjumpai bapak Sinaga kembali sambil mengatakan, “Pak, Tangki septik bapak bocor, sudah keluar kotorannya, bau, banyak lalat lagi,” kata saya.Sambil berlalu, pak sinaga pun menjawab, “Mana ada bau? Hebat kali kau ngomong, tetangga aja ga ada yang keberatan” ujarnya.

Memang, warga di sekitar tak ada yang menegur, tetapi itu karena mereka sungkan dan takut.  Karena saya sering ke Kelurahan dan mereka tahu saya ikut program STBM, mereka meminta saya untuk memberitahukan kepada pak Sinaga.

Ketika anaknya lewat, Pak Sinaga, memintanya untuk mengendus aroma septik tank bocor itu. “Coba kau cium ini!” Jawab anaknya, “Ya bau lah Pak!”  Saya pun segera menyahut, “Nah, bayangkan, bagaimana dengan kami yang tinggal di sekitar, yang harus mencium bau tinja setiap hari, apa bisa dibayangkan  bagaimana seandainya bapak tinggal di rumah kami,” kata saya.

Pak Sinaga, akhirnya pun kemudian menyanggupi untuk memperbaiki tangki septik yang rusak dengan menambahkan pipa hawa. Tetapi ketika saya perhatikan, ternyata pipa yang disiapkan dipasang di bagian samping tangki septik, dan diarahkan ke parit. Saya pun bergumam dalam hati “Apa gunanya memperbaiki tangki septik kalau tinjanya dibuang ke parit,” pikir saya.

Saya pun akhirnya kembali menegur Pak Sinaga, “Pak, pipanya kok pembuangannya ke parit”. Pak Sinaga pun langsung menjawab “Jadi maksudmu, aku alirkan ke rumahmu,” ungkapnya. Saya kemudian menjelaskan bahwa tangki septik berfungsi untuk menampung tinja sementara, “Kalau tangki septik  bapak udah penuh, tolong disedot. Dan itu pipa hawanya dibuat ke atas, bukan ke parit” terang saya.

 Bapak itu kembali menjawab, “Iya … iya... iya….sibuk sekali kamu dari kemarin, seperti kepala RT  saja,” ujar pak Sinaga kepada saya.

Tetapi, meskipun marah keesokan harinya Pak Sinaga langsung memanggil petugas untuk menyedot tangki septik dan membuat lobang hawa ke atas. Sungguh puas ketika melihat tangki septik  tersebut telah diperbaiki dan dilengkapi dengan pipa hawa.

Kata orang, jadi kader STBM memang harus gigih dan telaten mengingatkan orang. Tidak hanya mendorong orang untuk membangun sarana sanitasi, tetapi membangun sarana sanitasi yang layak dan mengubah perilakunya pun sudah cukup.  Dengan itu, usaha kita sebagai kader dan usaha warga untuk berubah tidak sia-sia. Di situlah pentingnya dilakukan verifikasi atau monitoring untuk memastikan semua sudah berjalan dengan layak

Saya jadi tersenyum sendiri, walaupun harus beradu pendapat dengan bapak itu, saya berhasil mendorongnya mengurangi risiko penyakit diare di lingkungan kami. Memang, berdasarkan sifat sebagian besar orang Medan keras kepala dan sulit berubah. Tetapi terbukti, sulit bukan berarti tidak bisa berubah. Senyum saya jadi semakin lebar mengingat ekspresi orang, “Ini Medan, Bung!”

Share