STBM Smart: Optimalkan Penyediaan Pembangunan Sektor Sanitasi02 Juni 2016 Untuk mendorong serta mempercepat terwujudnya komunitas dan desa ODF (Open Defecation Free) – Bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS), Kementerian Kesehatan didukung Water and Sanitation Program (WSP) World Bank mengembangkan aplikasi bernama STBM Smart untuk mengoptimalisasi interaksi dalam pemantauan dan pengelolaan program bagi pelaku STBM. Dalam peluncurannya yang diselenggarakan pada 30 Mei 2016 di Semarang bersamaan dengan acara Advokasi & Horizontal Learning (AHL) kerjasama Kementerian Kesehatan, WSP World Bank dan Asosiasi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI) ini dihadiri oleh Menteri Kesehatan RI, Nina Djuwita F. Moeloek, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan Wakil Ketua I AKKOPSI, Syarif Pasha yang juga menjabat sebagai Walikota Jambi. Dalam sambutannya, Menteri Kesehatan RI, Nina Djuwita F. Moeloek mengatakan urgensi penyediaan akses sanitasi yang layak khususnya bagi masyarakat perdesaan baik di Indonesia maupun di negara lainnya kian mendesak. Hal itulah yang menjadi pemicu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan sanitasi sebagai hak asasi manusia pada tahun 2010 silam. “Sanitasi yang tidak layak menjadi faktor penyebab penularan berbagai penyakit seperti diare, kolera, dan terhambatnya pertumbuhan pada balita,” ujar Nina. STBM Smart lanjut Nina diharapkan bisa menjadi momentum pembelajaran yang efektif antar kepada daerah dalam upaya mengoptimalkan penyediaan pembangunan sektor sanitasi yang layak demi peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Menteri Kesehatan RI menjelaskan sebelumnya keterbatasan data akses sanitasi dan perilaku kebersihan masyarakat Indonesia menjadi tantangan pemerintah yang amat berpengaruh pada tahap perencanaan, implementasi hingga penganggaran. “Aplikasi STBM Smart adalah inovasi yang mampu mengoptimalkan sistem pelaporan program STBM via smartphone secara nasional,” sahut Nina. Hal serupa juga disampaikan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo bahwa sistem yang ada telah dibuat dengan baik dan mengacu pada hal itu, para sanitarian yang melaksanakan bisa mengontrol secara langsung, rutin dan jujur. Ganjar mengharapkan dari tiap kabupaten/kota sebagai pelaksana di lapangan bisa disiplin dalam mengerjakannya. “Grobogan 100 persen itu angka Tuhan, tapi menurut saya 80 persen. Ini harus terukur, apakah jamban bersama, individu, atau numpang ke tetangga. Jateng sendiri dalam sosialisasi lebih kepada partisipasi public dan mengambil pendekatan kultural,” jelas Ganjar. Ganjar menambahkan sistem STBM Smart akan sangat membantu. Di samping itu memang dibutuhkan observer, data, dan pengirim data lapangan. Hal itu bertujuan agar sistem berjalan dengan baik dan presisi datanya sehingga angka presentase menunjukkan angka sebenarnya dan jujur. “Aplikasi ini sangat menginspirasi, urusan akses toilet ternyata bisa didata, ditangkap, dan dimasukkan dalam infografis digital.” (Rini Harumi)
Artikel Terkait |