Sanitasi Buruk, Indonesia Rugi Ekonomi Rp 56 T per Tahun30 Oktober 2013 SETELAH lebih 60 tahun merdeka, kita belum bisa membereskan masalah sanitasi. Padahal ini merugikan dalam jangka panjang.Jakarta - Kondisi sanitasi dan air minum di Indonesia masih jauh dari harapan. Masih banyak penduduk yang belum memiliki akses terhadap sanitasi dan air minum yang layak. "Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pekerjaan Umum 2013, dari 62,41 persen target yang diamanatkan dalam MDGs 2015 baru sebanyak 57,35 persen penduduk yang memiliki akses terhadap sanitasi layak," ujar Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy S Priatna dalam acara Bappenas Opening Ceremony Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) 2013 di Jakarta, Selasa (29/10). Artinya, dibutuhkan penambahan layanan sanitasi bagi 18 jiwa agar target tersebut dapat tercapai. Pada pencapaian layanan air minum, capaian yang ada saat ini adalah sebesar 58,05 persen dari target sebesar 68,87 persen. "Masih terdapat selisih sebesar 33 juta jiwa agar target MDGs tersebut dapat terpenuhi," ujarnya.
Dalam kondisi air minum dan sanitasi yang buruk, kata Dedy, tanpa disadari Indonesia mengalami kerugian ekonomi sebesar Rp 56 triliun setiap tahunnya atau setara dengan 2,3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Padahal, kerugian tersebut setara dengan 25 persen anggaran pendidikan nasional atau setara dengan biaya untuk menyediakan 12-15 juta toilet yang layak.
Data dari Water Sanitation Program (WSP)-World Bank tahun 2008 menunjukkan bahwa kondisi sanitasi yang buruk mengakibatkan kerugian sebesar Rp 1,4 triliun di sektor pariwisata dan sebesar Rp 29 triliun di sektor kesehatan.
Selain itu, sanitasi buruk juga berdampak pada tingginya angka kejadian penyakit diare dan gizi buruk. Dari hasil survei yang sama, diare akibat satinasi dan air minum buruk menyebabkan kematian anak sebanyak 1,4 juta jiwa per tahun. Penulis : Charles Siahaan - Editor : Hadi Rahman
Artikel Terkait |