Potret Pembelajaran Aksi RPA pada Kawasan Sungai Cikapundung (Subari, WASPOLA Facility)

22 Maret 2013
Dibaca : 2691 kali

Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) telah digulirkan dari ide sampai aksi telah berjalan sejak awal tahun 2011. Mengapa RPA ? Menurut Nugroho Tri Utomo (Direktur Perkim Bappenas) dalam beberapa pertemuan untuk RPA pada intinya adalah upaya menjamin layanan air minum yang memenuhi standar kualitas, kuantitas plus kontinyuitas dan keterjangkauan. Inti RPA adalah mengendalikan resiko, resiko apa?. Sudah barang tentu resiko yang berdampak pada menurunnya kuantitas, menurunnya kualitas, menurunnya kontinyuitas dan resiko semakin tidak terjangkaunya layanan akibat kelangkaan maupun harga yang diakibatkan tingginya harga untuk pengolahan air akibat resiko tersebut. Semua pemangku kepentingan sepakat bahwa pengamanan air minum menjadi urgent harus dilakukan dan mengerucut pada aksi uji coba untuk melaksanakan uji coba lapang di Bandung, Banjarmasin dan Bangka. 

Dalam pelaksanaan RPA pada kawasan Sungai Cikapundung, para pemangku kepentingan Kota Bandung sepakat “kini saatnya beraksi lebih konkrit untuk Cikapundung”. Beberapa pihak yang selama ini mendedikasikan dirinya untuk Cikapundung antara lain Forum Gemricik (dari kalangan perguruan tinggi), Baraya Cikapundung, Kelompok Kerja AMPL Kota Bandung dengan satu kesamaan tujuan Cikapundung Bersih dan Aman.

Peran WASPOLA dalam rangka uji coba RPA adalah memfasilitasi seluruh pemangku kepentingan yang selama ini telah telah mendedikasikan diri untuk Cikapundung untuk lebih fokus, terintegrasi secara sistematis dalam menjadikan cikapundung  yang aman dan bersih. Apa yang telah terjadi sampai saat ini adalah, kebersamaan saling memiliki Cikapundung dan saling mendukung antar kegiatan yang seuanya untuk Cikapundung.

Upaya sistematis yang telah dilakukan RPA dengan pemangku kepentingan Cikapundung sampai saat ini antara lain:

  • Lokakarya sosialisasi RPA untuk membangun dan menyatukan pemahaman langkah-langkah menuju Cikapundung Bersih
  • Mengangkat dan membahas isu-isu Cikapundung melalui forum pemangku kepentingan dengan nama Majelis Reboan (pertemuan setiap hari Rabu)
  • Membangun  sinergi perencanaan antar dinas terkait yang memiliki kesamaan fokus untuk Cikapundung
  • Memetakan resiko menyeluruh untuk Cikapundung melalui: Diskusi Terfokus, Transek Walk, Uji Kualitas air dan survai kondisi sanitasi di masyarakat.

 

Lokakarya Analisis Resiko

 

Lokakarya ini diselenggarakan tanggal 19-21 Maret 2013 merupakan puncak kegiatan dalam rangkaian pemetaan resiko dan merupakan langkah pertama dalam mengembangkan rencana aksi untuk Cikapundung secara sistematis dan sinergis antar pihak. Lokakarya ini dihadiri 40 orang oleh unsur Kelompok Kerja AMPL, Unsur Perguruan Tinggi antara lain dari ITB , UNISBA, UNPAS dll. Dalam lokakarya ini dipaparkan secara detail hasil survai lapang, FGD, Transect Walk dan hasil pengujian kualitas air. Hasil dari diskusi dan analisis mengerucut pada kesimpulan daftar masalah yang serius yang perlu ditangani secara tepat antara lain Permasalahan sampah, limbah cari rumah tangga, limbah ternak pada yang kesemuanya bersumberdari persoalan perilaku manusia.

RW 8 Kelurahan Ciumbuleuit menjadi Laboratorium Pembelajaran

Diantara titik lokasi yang di kawasan bantaran Cikapundung, RW 8 Kelurahan Ciumbuleuit ditetapkan sebagai lokasi atau laboratorium pembelajaran dan fokus pengembangan model penanganan Cikapundung. Apa yang dilakukan para pemangku kepentingan bersama program RPA di lokasi ini adalah memfasilitasi masyarakat untuk memetakan resiko, menyusun perencanaan dan mendorong masayarakat untuk melakukan aksi proteksi sungai Cikapundung. Upaya ini disambut baik oleh jajaran dinas terkait dengan mengalokasikan kegiatan di lokasi ini.

Catatan Dari Hasil Pemetaan Masalah.

Dari FGD di 8 kelompok (8 RW) diperoleh informasi yang sangat beragam mengenai pandangan dan persepsi serta perilaku sanitasi yang memberikan dampak terhadap pencemaran air di Cikapundung antara lain:

Pemberdayaan: masyarakat merasa perlu dilibatkan akan dibawa kemana dan dijadikan apa Cikapundung dan apa yang harus dilakukan oleh masayarakat

Perilaku: perubahan perilaku memerlukan pendekatan yang sistematis dan memerlukan waktu yag cukup panjang, untuk itu RPA harus menjadi milik masyarakat dan pemerintah setempat, ada atau tidak ada dukungan eksternal nantinya tetap menjadi agenda

Sinergi: banyak program, banyak pelaku, banyak dana digelontorkan untuk sungai Cikapundung, semuanya akan berujung sia-sia jika program-program tersebut tidak disatuarahkan sehingga energi dari program yang sinergis tersebut alan berkelanjutan

Hak Pengaturan: Masyarakat bahkan pemerintah daerah sendiri berada dalam ketidak jelasan siapa sebenarnya yang paling bertanggungjawan atas sungai Cikapundung. Pertanyaan ini mengandung pesan bahwa pelaku yang mengatur bisa banyak akan tetapi siapa yang paling berhak dan bisa menyelaraskan pihak-pihak lain yang juga memiliki kewenangan atas Cikapundung perlu jelas.

Masalahnya Bagaikan Lingkaran Setan

Masalahnya konkrit yaitu limbah yang mencemari badan sungai, siapa yang melakukan? Rumah tangga dan industri, mengapa membuang sampah di sungai ? seribu alasan bisa dikemukakan yang jelas intinya persoalan kepedualian yang kurang, rasa tidak memiliki terhadap Cikapundung yang berujung perilaku yang salah. Mengapa berperilaku burruk terhadap sungai? Karena hukum atau aturan tidak dipatuhi, mengapa tidak dipatuhi karena kurang legitimate kenapa kurang legitimate? Jawabannya sebagaimana ditemukan selama FGD masyarakat merasa kurang dilibatkan. Boleh jadi tidak akan ada titiknya ketika mengurai permasalahan Cikapundung yang jelas sekarang “saatnya bertindak secara konkrit”.

Pembelajaran selama pelaksanaan RPA

 

1.      Isu Cikapundung semakin dibedah semakin mendorong semua pihak untuk melihat fenomena masalah yang lebih mendalam

2.      Aksi RPA untuk cikapundung telah membangkitkan “ghirah” (greget) dan memotivasi para peduli Cikapundung untuk berbuat lebih banyak demi Cikapundung bersih

3.      Serangkaian proses kigiatan RPA telah mendorong semua pihak semakin memiliki terhadap Cikapundung

4.      Melalui proses pembelajaran dalam memahami permasalahan Cikapundung melahirkan demand penguatan kapasitas untuk aksi Cikapundung yang lebih efektif

5.      Kgiatan RPA telah memicu semua pihak untuk duduk bersama berbicara mengenai Cikapundung secara kritis melalui Majelis Reboan sebagai wadah dialog antar pihak yang berkepentingan untuk Cikapundung.

Share