Jakarta, 29 Oktober – Sanitasi dan air
minum merupakan hal yang saling berkaitan. Penyediaan fasilitas sanitasi
layak sangat tergantung pada ketersediaan air minum yang layak. Begitu
pun sebaliknya, untuk mendapatkan air minum yang aman diperlukan upaya
pengelolaan sanitasi yang baik.
Hal tersebut senada seperti yang
dikatakan Menko Kesra HR. Agung Laksono. “Air minum dan sanitasi yang
layak adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Tanpa
keduanya, manusia akan mengalami kesulitan untuk menjalani kehidupan.
Hal ini sangat disadari oleh Pemerintah yang memiliki tanggung jawab
untuk meningkatkan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak”.
Demikian antara lain ditegaskan Menko Kesra HR. Agung Laksono dalam
sambutan/arahan Pembukaan pada Konferensi Sanitasi dan Air Minum
Nasional (KSAN) 2013, Selasa (29/10/2013) pagi di Balai Kartini,
Jakarta.
Lebih lanjut Menko Kesra yang mewakili Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, mengatakan bahwa sasaran kebijakan pembangunan Nasional di bidang Kesejahteraan Rakyat tercantum dalam Visi “Terwujudnya Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat untuk Mencapai Indonesia Sejahtera, Maju, Mandiri, dan Bermartabat. Yang diarahkan untuk mencapai tujuan Pembangunan Manusia Indonesia. Mengapa Pembangunan Manusia Indonesia? Karena kita menginginkan agar Bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang Sehat, Cerdas dan Produktif yang mempunyai daya saing komparatif dan kompetitif pada saat sekarang dan yang akan datang.
Dalam menyepakati Deklarasi Millenium, keikutsertaan Indonesia bukan semata-mata untuk memenuhi tujuan dan sasaran yang ada, namun dengan pertimbangan matang bahwa tujuan dan sasaran tersebut sejalan dengan tujuan dan sasaran pembangunan Indonesia. Konsisten dengan hal tersebut Pemerintah Indonesia juga telah mengarusutamakan air minum dan sanitasi dalam pembangunan nasional seperti tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Tahun 2013 ini adalah tengah tahun periode pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan 2 (dua) tahun menuju tahun akhir dengan prioritas peningkatan kualitas sumberdaya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Prioritas pembangunan nasional.
Adapun 11 Prioritas pembangunan yang dimaksud adalah:
1.
Reformasi Birokrasi dan Tata kelola, 2. Pendidikan, 3. Kesehatan,
4.Penanggulangan Kemiskinan, 5. Ketahanan Pangan, 6. Infrastruktur,
7.Iklim Investasi dan Usaha, 8. Energi, 9. Lingkungan Hidup dan Bencana,
10. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Paska Konflik, 11.
Kebudayaan, Kreatifitas dan Inovasi Teknologi. Prioritas pembangunan
sumberdaya manusia tersebut merupakan indikator tingkat kesejahteraan
masyarakat yang searah dengan tujuan MDGs.
Untuk itu, sudah
selayaknya kita berupaya untuk melihat kembali dimana posisi kita saat
ini agar apa yang telah menjadi target dan sasaran pembangunan kita
dapat tercapai, baik komitmen kita terhadap pembangunan internasional
maupun agenda pembangunan nasional.
Hingga saat ini, tegas Menko Kesra, kondisi sanitasi dan air minum di Indonesia masih dapat dikatakan belum berjalan optimal. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pekerjaan Umum, capaian layanan air minum kita hingga akhir tahun 2012 baru mencapai 58,05% dari target MDGs 2015 sebesar 68,87%. Artinya dibutuhkan penambahan layanan air minum bagi 33 juta jiwa agar target tersebut dapat tercapai. Pada pencapaian layanan sanitasi dasar, capaian yang ada saat ini adalah sebesar 57,35% dari target MDGs 2015 sebesar 62,41%. Masih terdapat selisih sebesar 18 juta jiwa agar target MDGS tersebut dapat terpenuhi.
Sanitasi Buruk Rugikan Ekonomi Rp 56 Triyun
Walaupun data
menyiratkan bahwa Indonesia dengan berbagai upaya keras dapat mencapai
target MDGs 2015, namun demikian jika kita bandingkan posisi kita
terhadap pelayanan air minum dan sanitasi dengan para Negara tetangga
kita di Asia Tenggara, saat ini Indonesia masih menempati urutan
terbawah dalam pelayanan air minumnya. Sementara untuk pelayanan
sanitasi kita berada pada urutan ke-delapan. Bahkan berada dibawah
Vietnam dan Myanmar. Hal ini menyiratkan kepada kita, bahwa 68 tahun
sejak kemerdekaan upaya yang kita lakukan saat ini masih belum dapat
memenuhi layanan dasar bagi masyarakat. Oleh sebab itu, advokasi dan
sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat mutlak untuk dilaksanakan
demi peningkatan kesadaran dan komitmen kita untuk menjadikan Indonesia
lebih sehat.
Dengan kondisi air minum dan sanitasi yang buruk, tanpa disadari
Indonesia mengalami kerugian ekonomi sebesar Rp.56 Trilyun setiap
tahunnya atau setara dengan 2,3% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Padahal, kerugian tersebut setara dengan 25% anggaran pendidikan
nasional yang dianggarkan per tahun atau setara dengan biaya untuk
menyediakan 12-15 juta toilet yang layak.
Dampak terbesar dari
layanan sanitasi yang buruk adalah bagi kesehatan masyarakat. Setiap
tahunnya, terkait dengan buruknya kondisi air minum dan sanitasi,
terjadi diare yang menyebabkan kematian anak sebanyak 1,4 juta jiwa per
tahun. Selain itu, dampak dari buruknya sanitasi juga berakibat pada
menurunnya sumber daya air yang kita butuhkan untuk menyediakan air
minum layak bagi masyarakat.
Sanitasi dan air minum merupakan hal yang sangat berkaitan. Penyediaan layanan sanitasi layak sangat tergantung dari ketersediaan air minum yang layak. Demikian halnya dalam penyediaan air minum, dimana untuk mendapatkan air minum yang aman diperlukan upaya pengelolaan sanitasi yang baik. Berbagai upaya telah dilakukan oleh segenap pihak untuk menyediakan layanan sanitasi dan air minum. Melalui Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) yang diluncurkan oleh Bapak Wakil Presiden RI pada tahun 2009, saat ini telah ada 346 Kabupaten/Kota yang telah mengarusutamakan pembangunan sanitasi di daerahnya. Pengarusutamaan tersebut juga terjadi melalui dilaksanakannya Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan penyediaan layanan sanitasi komunal.
Sebagai upaya untuk menyelaraskan pembangunan air minum dan sanitasi, Indonesia saat ini tengah menginisiasi Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) yaitu pengelolaan air minum berbasis resiko untuk menjamin terpenuhinya 4 K (kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan keterjangkauan) dalam pelayanan air minum.
Peduli Sanitasi
Saat ini telah ada Kelompok Kerja Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) di 33 provinsi dan di lebih dari 340
Kabupaten/Kota. Kunci keberhasilan pembangunan air minum dan sanitasi
adalah daerah memiliki portfolio yang jelas mengenai kondisi dan arah
yang akan dituju ke depan. Hal tersebut ditunjukkan dengan telah
disusunnya Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) di 225 Kabupaten/Kota
dan disusunnya Rencana Induk-Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM) di
212 Kabupaten/Kota. Adanya perencanaan tersebut berdampak pada
meningkatnya porsi alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
bagi pembangunan sanitasi yaitu rata-rata meningkat menjadi 1,5% hingga
2%, bahkan ada yang telah mengalokasikan sebesar 6% dari total
APBD-nya.
Komitmen pemerintah daerah ini juga ditunjukkan oleh pembentukan Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI). Sejarah bangsa Indonesia patut mencatat pergerakan pemerintah daerah menuju kondisi sanitasi yang lebih baik ini, baik terhadap melalui komitmen AKKOPSI terhadap peningkatan alokasi pendanaan APBD untuk sanitasi, maupun terhadap perkembangan jumlah anggotanya yang sangat pesat. Dari hanya 12 kota anggota AKKOPSI pada saat pendiriannya di tahun 2009, anggota AKKOPSI telah bertambah hampir 20 kali lipat menjadi 224 kabupaten/kota hanya setelah 4 tahun waktu berselang.
Tidak hanya Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat juga telah
meningkatkan komitmennya yang utamanya tercermin dari alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada periode RPJMN 2004-2009
anggaran yang dialokasikan melalui APBN adalah sebesar Rp.4,6 Trilyun
untuk air minum dan sebesar Rp.2,6 Trilyun untuk sanitasi. Dengan
berbagai upaya termasuk dilakukannya advokasi massive sejak Konferensi
Sanitasi Nasional (KSN) I pada tahun 2007, anggaran untuk air minum dan
sanitasi terus mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp.15,6 Trilyun untuk
air minum dan Rp.12 Trilyun untuk sanitasi pada periode RPJMN
2010-2014.
Dalam pembangunan air minum dan sanitasi, sinergi semua
pihak sangatlah diperlukan. Bukan hanya Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah saja, melainkan dengan swasta, akademisi dan masyarakat umum. Ke
depannya, pelibatan ini harus semakin digalakkan karena pendanaan
Pemerintah tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan yang ada. Seperti
diketahui, pendanaan APBN saat ini hanya mampu memenuhi 20% dari total
kebutuhan pendanaan pembangunan.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, tahun 2013 adalah tengah tahun pencapaian RPJMN 2010-2014. Oleh karena itu, tahun ini merupakan momen yang tepat untuk kita mulai menyusun arahan kebijakan pembangunan air minum dan sanitasi ke depan. Terlebih pada RPJPN 2005-2025 digariskan bahwa pada akhir periode RPJMN ke-tiga atau RPJMN 2015-2019 seluruh layanan dasar masyarakat telah dapat dipenuhi. Dengan demikian, mulai saat ini kita perlu untuk mengubah paradigm kita dalam melaksanakan pembangunan terutama dalam penyediaan layanan dasar.
Sejak RPJMN 2010-2014 telah mulai ditekankan bahwa pembangunan kesehatan utamanya diprioritaskan pada pelaksanaan upaya preventif bukan kuratif. Air minum dan sanitasi sebagai tulang punggung upaya untuk menyehatkan masyarakat dengan demikian perlu untuk diprioritaskan.
Pemantapan kualitas SKK dan RI-SPAM serta fokus kepada implementasi adalah upaya yang perlu kita tempuh di depan. Sinergi seluruh program dan kegiatan sesuai yang tertuang dalam SKK dan RI-SPAM perlu menjadi perhatian dan prioritas Pemerintah Daerah.
Perkembangan KSAN
Komitmen perubahan ini telah kita tunjukkan
bersama. KSAN merupakan perkembangan besar dari cikal bakalnya:
Konferensi Sanitasi Nasional (KSN) di tahun 2007 yang mencatat kehadiran
200 undangan, sekarang selain telah ditambahkannya isu Air Minum,
terdapat perwakilan dari 412 Pemerintah Kabupaten/Kota, 34 Pemerintah
Provinsi, 30 lembaga mitra pembangunan air minum dan sanitasi, serta 9
Kementerian/Lembaga, dengan perkiraan jumlah kehadiran lebih dari 2000
orang termasuk peserta Festival KSAN 2013.
Pada acara KSAN 2013 yang berlangsung dari tanggal 29 – 31 Oktober 2013 ini, berbagai pelaku akan berbagi pengalaman dan pembelajaran yang didapatkan untuk meningkatkan pembangunan ke depan. Pada hari terakhir KSAN 2013 akan diberikan penghargaan AMPL Award bagi para Pemerintah Daerah dan entitas yang dinilai telah melakukan inisiatif dan inovasi baik dalam penyediaan layanan air minum dan sanitasi. Selain itu, juga akan ada penghargaan bagi pelaku yang menciptakan Teknologi Tepat Guna (TTG) dalam penyediaan layanan sanitasi perdesaan. Kesemuanya adalah rangkaian upaya untuk lebih menggalakkan perbaikan-perbaikan dan mencari upaya terbaik pelayanan air minum dan sanitasi.
Dalam kesempatan tersebut, Menko Kesra menyampaikan apresiasi dan sekaligus menyambut gembira atas terselenggaranya acara ini sebagai bentuk nyata segenap pihak atas meningkatnya kesadaran dan kepedulian kita dalam rangka mempercepat pelayanan air minum dan sanitasi bagi seluruh rakyat Indonesia.(GS).