Mengintip Usaha Pembuatan Jamban di Pesisir Biak Papua

02 Februari 2016
Dibaca : 1961 kali

Saat masyarakat terbiasa buang air besar (BAB) sembarangan kadang begitu sulit mengajak untuk beralih ke jamban. Jauh lebih mudah membuat jamban itu sendiri dibandingkan dengan mengubah perilaku. Di pesisir Biak Numfor tepatnya di Kampung Indawi, Distrik Yawosi, Ruben Brabar yang merupakan seorang perajin jamban leher angsa yang menyuplai kebutuhan warga Biak dan sekitarnya.

Tempat produksinya cukup sederhana hanya sepetak ruangan berukuran 4 meter x 5 meter di samping tempat tinggalnya yang menghadap langsung ke pantai. Terdapat 5 buah cetakan jamban, 2 kompresor airbrush dan beberapa deret jamban yang sudah siap pakai tersusun rapi di sebuah rak di ruangan yang juga bersebelahan dengan kandang babi tersebut. "Dengan 5 cetakan yang saya punya sekarang, seminggu saya bisa membuat 15 jamban. Rata-rata satu jamban butuh waktu 2 hari,” ujar Ruben.

Ruben menjelaskan cara pembuatan jamban cukup sederhana. Adonan yang dipakai antara lain terdiri dari semen putih, pasir, dan kalsium. Ruben membutuhkan waktu 24 jam agar adonan mengering hingga mendapatkan bentuk dasar. Lalu butuh 24 jam lagi untuk memasang leher angsa. Soal harga, Ia hanya mematok Rp 100 ribu untuk satu jamban. Bahkan bagi warga yang dinilainya punya kondisi ekonomi yang pas-pasan, Ia memberikan potongan khusus meski tetap mematok harga minimal Rp 50 ribu. Sesekali Ruben menyumbangkan secara gratis untuk program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).

Pria yang juga seorang nelayan serabutan ini merupakan salah satu relawan STBM yang gigih mengkampanyekan stop BAB sembarangan di Kabupaten Biak Numfor. Awalnya Ruben cuma menyuplai kebutuhan jamban untuk masyarakat sekitar tetapi belakangan permintaan datang juga dari daerah lain seperti Numfor dan Supiori. Dibandingkan daerah lain di Papua, Kebupaten Biak Numfor mempunyai cakupan sanitasi yang relatif baik. Data Susenas (Survei Sosial-Ekonomi Nasional) terbaru menunjukkan, cakupan sanitasi di daerah ini sudah mencapai 94,6 persen, terbaik kedua setelah Kota Jayapura.

Namun secara umum, cakupan sanitasi di Provinsi Papua masih sangat rendah yakni 29,74 persen berdasarkan Susenas 2013. Perilaku BAB sembarangan di beberapa wilayah masih sulit diubah, antara lain karena faktor kebiasaan dan sulitnya akses air bersih. (sumber berita: Detik Health)


Share