Inilah Cara Pemerintah Palembang Atasi Pencemaran Sungai Musi

16 Juli 2014
Dibaca : 4132 kali

Pencemaran air Sungai Musi dan anak-anak sungai terus terjadi. Untuk mengatasi limbah yang masuk ke sungai, Pemerintah Palembang berencana menerapkan sistem instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) komunal. Targetnya,  kualitas air pembuangan dari mencuci, mandi, dan lain-lain, saat mengalir ke parit, anak sungai, dan Sungai Musi, lebih baik atau tidak lagi mengandung limbah seperti diterjen.

“IPAL komunal membuat kualitas air sungai maupun anak sungai terjaga,” kata Isnaini Madani, kepala Dinas Tata Kota Palembang, awal Juli 2014.

Isnaini mengatakan, IPAL komunal memiliki fungsi hampir sama dengan septictank. Namun IPAL hanya bagi air pembuangan rumah tangga yang berpotensi merusak lingkungan, yang menggunakan diterjen, sampo, sabun mandi, dan lain-lain.

Sejak 1 Juli 2014, setiap pemohon izin mendirikan bangunan (IMB) baik rumah, rumah toko, hotel, serta perumahan, wajib memiliki IPAL komunal.

“Jika kita tidak lakukan pembenahan, dalam waktu 10-20 tahun ke depan, konsumsi air baku Sungai Musi untuk masyarakat Palembang, tidak bisa lagi.”

Guna memperkuat dasar hukum, pihaknya meminta Walikota Palembang membuat Peraturan Walikota (Perwali) mengenai kewajiban membangun IPAL komunal.

IPAL ini bisa berupa septictank berbahan fiberglass maupun beton. Jika fiberglass, terdiri tiga bagian dengan fungsi berbeda. Pertama, penampungan limbah.Kedua, limbah diurai bakteri dan dialirkan. Ketiga, diuraikan lebih lanjut.  Sebelum dibuang ke drainase,  air limbah melalui tabung disenfektan guna membersihkan hama.

Jika berbahan beton memiliki enam bagian. Yakni, pemisahan kotoran dengan air. Limbah padat yang terendap disedot. Sedangkan cairan masuk ke bagian kedua melalui proses mikroorganisme. Seterusnya, hingga masuk bagian akhir yang berisi filter berupa batuan vulcano. Kemudian dialirkan ke drainase.

Biaya Tinggi

Sistem IPAL ini dinilai cukup bagus dan memiliki keunggulan. Pertama, lahan sedikit karena dibangun di bawah tanah. Kedua, biaya pengoperasian dan perawatan murah.Ketiga, efisiensi pengelolaan limbah tinggi.

Namun, katanya, membangun IPAL ini memerlukan biaya tidak sedikit. Selain bahan mahal, perlu tenaga ahli. Jadi, kemungkinan hanya dilakukan rumah mewah, perumahan, rumah tokoh, hotel, atau rumah sakit. “Kalau masyarakat biasa sulit, harus ada bantuan pemerintah atau pihak lain untuk membangun IPAL komunal dalam pemukiman,” kata Hilmin Sihabudin, koordinator Green Srivijaya, komunitas peduli sungai, Jumat (11/7/14).

Menurut Hilmin, penataan kualitas air Sungai Musi bukan hanya melalui pembangunan IPAL dan perbaikan drainase. Namun, perlu penanaman pohon seperti bambu atau buahan.

Selain itu, penimbunan rawa yang tersisa 5.834 hektar harus dihentikan. Saat ini, masih ditemukan penimbunan rawa oleh pengembang perumahan.

Jangan buat Angkutan Batubara

Salah satu ancaman besar bagi kualitas Sungai Musi, kata Hilmin, justru dari daerah huluan. Eksplorasi batubara, termasuk penghabisan wilayah resapan, baik hutan dan rawa.

“Bukan hanya mengancam kualitas air, juga berpotensi Palembang banjir pada musim penghujan atau krisis air pada kemarau.”

Untuk itu, rencana pemerintah Sumsel dengan PT Pelindo II untuk menjadikan Sungai Musi sebagai sarana angkutan batubara harus dihentikan. Karena akan memperlancar eksplorasi batubara di huluan, dan menyebabkan pencemaran limbah batubara di Sungai Musi.

“Kita harus belajar dengan Sungai Air Bengkulu yang rusak, dipenuhi limbah batubara. Jangan sampailah batubara merusak Musi. Kerjasama itu harus dihentikan. Batubara itu bukan industri berkelanjutan. Itu industri kotor.”

Pada Selasa (24/6/14) Pemerintah Sumsel dengan PT Pelindo II menandatangani nota kesepahaman untuk pengangkutan batubara melalui Sungai Musi. Pelindo akan mengeruk Musi, dan ditimbunkan untuk reklamasi Terminal Khusus Tanjungcarat, Banyuasin. Pelindo II akan memungut biaya pengangkutan batubara menggunakan tongkang melalui Musi. Setiap tongkang membawa batubara hingga 3.000 ton batubara!

Sumber : Link

 

Share