|
APAKAH yang paling dibutuhkan dalam kehidupan manusia setelah mengalami tsunami yang merenggut lebih dari 100.000 jiwa seperti di Nanggroe Aceh Darussalam? Sebagai putra Aceh, Ir Teuku Zulkarnain, MT tahu betul masalah yang tengah dihadapi saudara-saudaranya di sana. Air bersih merupakan kebutuhan utama di sana. KANDIDAT doktor teknik lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu membayangkan, air di tanah kelahirannya saat ini demikian buruk. Selain sarana penyedia air bersih hancur, efek gelombang tsunami masih panjang. Sebagian besar air tanah di daerah itu sudah terdifusi air garam sehingga tidak mungkin diolah dengan menggunakan peralatan konvensional. Didorong rasa prihatin terhadap nasib saudara-saudaranya karena minimnya bantuan pengadaan fasilitas air bersih, Ketua Lembaga Bantuan Teknologi Jawa Barat itu menyingsingkan lengan baju bersama teman-temannya di lembaga swadaya masyarakat tersebut. Ia melihat hal ini sebagai momentum tepat dalam memberi sumbangan melalui hasil pemikirannya selama ini dengan mengembangkan sistem reverse osmosis (RO). Zulkarnain menyatakan keyakinannya, sistem RO yang digunakan dalam peralatan fasilitas pengolahan air bersih tersebut merupakan solusi mengatasi kesulitan pengungsi korban tsunami di sana. "Teknologinya sederhana, praktis, dan mudah dioperasikan," katanya. REVERSE osmosis adalah sistem yang digunakan untuk menyaring kotoran/partikel dan menyaring ion (TDS). Karena ukuran penyaringannya sangat minim-yakni mendekati pico-meter-penyaring RO juga mampu menyaring virus dan bakteri. Bahkan karena penyaringan garam/TDS bisa sampai 98 persen lebih, maka ia meyakinkan bahwa air yang dihasilkan berkualitas tinggi karena memungkinkan bakteri, virus, logam berat, serta garam yang dapat mencemari tubuh manusia dapat dihilangkan. "RO mampu menghilangkan sampai 99,99 persen pengotor terlarut di dalam air tanpa penggunaan bahan kimia," kata ayah dua anak itu. Hal ini karena membran bekerja dengan memisahkan zat terlarut dengan berat molekul rendah, seperti garam anorganik atau molekul organik kecil seperti glukosa dan sukrosa dari larutannya. Membran RO beroperasi berdasarkan gaya dorong. Pelarut dilewatkan melalui membran rapat untuk mendapatkan garam-garaman dan larutan dengan berat molekul rendah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan sistem tersebut sehingga penyisihan kontaminan dengan membran RO sekaligus berbeda dari proses konvensional lain. Keunggulan lain adalah kemampuan menyisihkan berbagai kontaminan dalam kisaran luas, tidak membutuhkan zat kimia, dapat dioperasikan pada suhu kamar, dan adanya penghalang absolut terhadap aliran kontaminan, yaitu membran itu sendiri. Menurut Zulkarnain, kemampuan menyisihkan garam merupakan kemampuan sistem RO yang sangat superior dibandingkan dengan proses lainnya. Karena itu, dalam proses desalinasi, RO menjadi sistem yang diaplikasikan secara luas. DESALINASI dengan proses membran tersebut awalnya banyak dihindari karena kebutuhan biaya operasi yang tinggi, sehingga prosesnya tidak ekonomis. Namun, dengan kemajuan di bidang material membran dan pretreatment, secara ekonomis proses ini menjadi semakin atraktif. Apalagi teknologi RO memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknologi multimedia filter. Teknologi membran RO dapat dioperasikan di tempat sempit dan alatnya gampang dipindahkan. Selain itu bisa menghemat biaya sampai 25 persen, tidak membutuhkan tahapan proses panjang, dan tidak membutuhkan pengendalian operasi yang rumit. Bahkan dengan perkembangan teknologi membran yang pesat, dewasa ini banyak membran dapat dioperasikan pada tekanan rendah sehingga memungkinkan dioprerasikan di rumah tinggal, tempat pengungsian, bahkan dapat digerakkan dengan genset berskala kecil. Sekalipun demikian ia mengingatkan, sesederhana apa pun teknologi, tetap memerlukan upaya pemberdayaan masyarakat setempat. Karena itu, dalam setiap pengiriman peralatan RO, lembaga yang dipimpinnya sebelumnya melakukan latihan kilat menyangkut pemasangan, pengoperasian, pemeliharaan, pengukuran kualitas air, dan edukasi terhadap masyarakat tentang kualitas air yang dihasilkan. Menurut Zulkarnain, sudah puluhan peralatan tersebut dikirim ke Aceh atas pesanan sejumlah lembaga dan perusahaan. Namun, mengingat banyaknya jumlah pengungsi dan demikian parahnya kerusakan lingkungan di sana, kebutuhan peralatan tersebut ditaksir masih jauh dari yang dapat dia hasilkan. LAHIR di Langien, Aceh Pidie, 5 Juni 1963, Zulkarnain menghabiskan masa kecil sampai remaja di Luengputu. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala, ia melanjutkan ke Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Pengalamannya selama ini dalam berbagai penelitian dan proyek mengantarkannya ke bidang membran sebagai spesifikasi keahlian. Keahlian itu baru diaplikasikan setahun lalu, itu pun dalam lingkungan terbatas dengan tujuan memenuhi kebutuhan air bersih secara murah. "Mula-mula hanya satu unit dengan kapasitas 300 liter untuk memenuhi kebutuhan di rumah dan karyawan," katanya. Karena Lembaga Bantuan Teknologi yang dipimpinnya tidak memiliki sumber dana, sistem RO dikembangkan menjadi bisnis kecil-kecilan. Produknya berupa air minum kemasan dengan merek dagang RO. Namun karena mengawali usaha secara kecil-kecilan dengan modal terbatas, maka produknya tidak bisa segera dikenal luas. Zulkarnain dan teman-teman memilih promosi dengan cara sederhana, antara lain melalui arisan ibu-ibu. Mula-mula hanya terbatas di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. "Ternyata mereka banyak yang mulai tertarik," katanya. Karena permintaan terus bertambah, kapasitasnya ditingkatkan menjadi tiga unit mesin, sehingga produksinya yang terakhir sudah mencapai 5.000 liter/hari. "Kini, daerah pemasaran sudah meliputi sekitar Bandung dan Cianjur," ujarnya. (Her Suganda Anggota Forum Wartawan dan Penulis Jawa Barat) Post Date : 02 Februari 2005 |