Yogyakarta, Kompas - Sampai sekarang, 70 persen sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir Piyungan berasal dari Yogyakarta dan 30 persen sisanya berasal dari Bantul dan Sleman.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta Suyana mengatakan volume sampah mencapai 300 ton per hari. Dari jumlah tersebut, sebagian berasal dari sampah rumah tangga dan sisanya aktivitas ekonomi, seperti pasar.
"Ini menjadi masalah serius dan harus ditangani," ujarnya di sela-sela program lingkungan Jogja Green and Clean, di Taman Pintar, Senin (12/10). Ujud program ini berupa penghijauan, sanitasi, dan pengelolaan sampah oleh suatu komunitas masyarakat.
Selain sampah menjadi masalah lingkungan yang serius, menurut Suyana, ada konsekuensi lain yang harus ditanggung pemkot. Setiap tahun harus menyediakan dana Rp 2,2 miliar untuk membayar retribusi pengolahan sampah, dari Rp 2,7 miliar yang diperlukan di Piyungan. Padahal, berdasarkan prakiraan sampah TPA tersebut penuh tahun 2012.
Karena itu, sejumlah upaya terus dicoba untuk mengantisipasi masalah ini, salah satunya melalui pengolahan sampah secara mandiri oleh masyarakat. Saat ini, ada sekitar 10 persen masyarakat Yogyakarta yang mulai mengolah sampah dan menjadikannya barang bermanfaat, seperti produk daur ulang dan kompos. "Tahun 2011 diharapkan sudah ada 40-50 persen warga Yogyakarta mengolah dan mengelola sampah secara mandiri," katanya.
Diakui hingga saat ini mengubah budaya masyarakat dari membuang sampah menjadi meletakkan sampah di tempat masih menjadi kendala. Padahal, ciri masyarakat modern adalah mampu mengolah sampahnya secara mandiri. Wagiman
Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto, yang juga hadir dalam Jogja Green and Clean, berharap pengolahan sampah secara mandiri maupun upaya mempercantik lingkungan melalui penghijauan bisa menjadi gerakan moral bersama.
"Harapan saya kesadaran dan tanggung jawab bumi ada di tangan kita. Itu semua harus dimulai dari sekarang dan dilakukan dengan segala daya," ucap Herry.
Ia menambahkan, upaya penghijauan sudah ia lakukan sejak 2002, yang kemudian membuat dirinya dijuluki "Wagiman" alias wali kota gila taman. Bahkan, kini dalam pengembangannya penghijauan tidak hanya dilakukan di ruang terbuka atau pinggir jalan, melainkan juga menanam tanaman merambat di gedung. (WER)
Post Date : 13 Oktober 2009
|