|
Yogyakarta, Kompas - Kota Yogyakarta menghasilkan tidak kurang dari 250 ton sampah setiap hari. Sampah-sampah tersebut telah menyerap APBD sebesar Rp 1 miliar sebagai retribusi atas pembuangan di wilayah Kabupaten Bantul. Oleh sebab itu, pemerintah dan masyarakat diharapkan mulai mengolah sampah secara mandiri. Selain menumbuhkan kesadaran warga untuk memilah dan mengolah sampah organik secara mandiri, Pemerintah Kota Yogyakarta berencana mendirikan unit pengolah sampah di Giwangan. Tempat itu untuk mengolah sampah dari Pasar Induk dan Buah Yogyakarta (Pasar Giwangan). "Sampah dari sisa buah dan sayuran di pasar tersebut, yang volumenya mencapai 0,5-1 ton per hari, selama ini hanya dibuang begitu saja ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Bantul," ujar Suyana, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, Jumat (4/5). Dari sisi jumlah, itu jelas angka yang besar. Namun, di sisi lain sampah sebenarnya mempunyai potensi diolah menjadi kompos. Terlepas dari perkiraan bahwa TPA Piyungan akan penuh (bervolume maksimal) pada tahun 2012, Kota Yogyakarta ternyata membutuhkan pupuk kompos dalam jumlah yang besar. "Setiap tahun tanaman di wilayah publik milik pemkot perlu 35 ton pupuk kompos. Selama ini pupuk dibeli dari Dinas Pertanian dan Kehewanan dan dari pihak lain. Dengan adanya unit pengolah sampah di Giwangan, sebagian pupuk kan tidak perlu dibeli," kata Suyana. Unit pengolah sampah ini terletak di Kampung Nitikan, sekitar 500 meter utara pasar, dan menempati lahan seluas sekitar 3.000 meter persegi. Suyana berharap pembangunan fisik unit pengolah sampah tersebut bisa dimulai tahun depan dan anggaran pembangunan disetujui oleh DPRD setempat. Menyinggung pemilahan dan pengolahan sampah secara mandiri di masyarakat, Pemkot Yogyakarta menargetkan 20 persen sampah organik rumah tangga dapat diolah menjadi kompos pada tahun 2011. Sampah organik tersebut, antara lain, berasal dari sisa sayuran, nasi, buah, dan makanan. Rata-rata sampah organik mencapai 70 persen dari sampah yang dihasilkan. Dengan adanya pengolahan sampah organik, berarti hanya sampah nonorganik seperti plastik dan beling yang diangkut ke TPA. Saat ini ada tujuh RW di kota yang sudah menerapkan pengolahan sampah mandiri. Harus menyeluruh Secara terpisah, anggota Komisi III DPRD Kota Yogyakarta yang membidangi pembangunan, Anis Sri Lestari, menyatakan dukungan terhadap perhatian pemkot mengatasi sampah. Namun, ia mengingatkan bahwa penanganan sampah harus menyeluruh, dari hulu hingga hilir, agar tidak sia-sia. Itu karena, penghasil sampah terbesar adalah rumah tangga. "Yang terpenting adalah bagaimana menjaga konsistensi warga dalam memilah dan mengolah sampah. Termasuk ketika sampah akan masuk ke tempat pembuangan sementara (TPS) harus ada jaminan dan kontrol. Ini agar sampah yang sudah dipilah tidak lagi tercampur saat akan diangkut ke TPA Piyungan," tutur Anis. Di TPA, lanjutnya, semestinya sudah harus disiapkan perangkat pendukung. Anis juga menekankan harus ada pihak yang bertanggung jawab di tingkat warga, TPS, TPA, hingga pemerintah. Pemkot Yogyakarta bersama pemerintah kabupaten lain di DI Yogyakarta juga harus satu langkah dalam penanganan sampah. "Jika penanganan sampah sudah ada perencanaan matang dan arahnya jelas, kami di Dewan akan menyetujui anggaran yang diusulkan eksekutif," kata Anis. Lukas Adi Prasetya Post Date : 05 Mei 2007 |