YLKI: PDAM Tidak "Fair"

Sumber:Kompas - 18 Juni 2007
Kategori:Air Minum
Tangerang, kompas - Keputusan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Benteng, Kota Tangerang, Banten, menaikkan harga air minum tidak fair. Ketentuan tarif air minum naik setiap dua tahun sekali, juga merugikan konsumen dan bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

"Oleh sebab itu, aturan harus batal demi hukum, sehingga kenaikan tarif tidak boleh diberlakukan," ucap pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Minggu (17/6) di Jakarta.

Ia menanggapi keputusan PDAM Tirta Benteng, Kota Tangerang, yang menaikkan tarif air minum sebesar lebih dari 50 persen untuk konsumen rumah tangga. Untuk konsumen industri dan bandara, kenaikan hanya sekitar 20 persen (Kompas, 15/6).

Menurut Tulus, PDAM harus lebih transparan menjelaskan mengapa tarif air minum harus dinaikkan dan mengapa sebesar itu. "Tanpa ada kejelasan latar belakang kenaikan, apalagi malah menyebut karena peraturannya setiap dua tahun sekali tarif air memang naik, ini jelas tidak fair," katanya.

Kenaikan tarif, lanjut Tulus, harus didasarkan pada indikator kepuasan konsumen, sebab kedudukan konsumen setara dengan produsen. "Bagaimana bisa tarif air naik terus, sementara air yang diterima konsumen keruh dan berbau kaporit," tuturnya.

Tidak efisien

Ia menduga terjadi penggunaan air yang tidak efisien, misalnya karena kebocoran instalasi atau pencurian air sehingga air keluar tak terkontrol. "Celakanya, ongkos kejadian itu dibebankan kepada konsumen PDAM," ujar Tulus. Dia sepakat, dengan harapan pelanggan PDAM yang meminta kenaikan tarif diimbangi dengan peningkatan pelayanan kepada konsumen.

Staf Humas PDAM Tirta Benteng Indra Wawan Setiawan, akhir pekan lalu, memberi klarifikasi besaran kenaikan tarif. Menurutnya, kenaikan tarif untuk konsumen rumah tangga hanya berkisar 20 persen hingga 30 persen. "Cara menghitungnya bukan dibandingkan dengan tarif lama, tetapi dari ongkos produksi yang setiap meter kubik mencapai Rp 3.044," kata Indra.

Adapun mengenai kenaikan untuk industri dan bandar udara lebih kecil daripada konsumen rumah tangga, menurutnya, karena sebelumnya harga air untuk industri dan bandara sudah lebih tinggi dari ongkos produksi.

Kenaikan tarif air dilakukan karena PDAM Tirta Benteng harus membayar biaya listrik yang juga terus naik, pembelian bahan kimia untuk mengolah air, hingga pembayaran utang Rp 1 miliar per tahun.

Meski demikian, perusahaan itu membukukan keuntungan Rp 6 miliar pada tahun 2005 dan Rp 10 miliar pada tahun 2006. Enam puluh persen keuntungan harus disetor ke kas Pemerintah Kota Tangerang.

Aturan Sepihak

Ditanya tentang status perjanjian tertulis yang harus ditanda tangani konsumen PDAM Tirta Benteng, yakni klausul setiap dua tahun tarif air naik, Tulus menilai itu bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. "Itu harus batal demi hukum, serta tak bisa diberlakukan karena jelas tak melindungi konsumen," katanya.

Kenaikan tarif air sudah ditetapkan akan naik tiap dua tahun sekali, sehingga merugikan kepentingan konsumen. Tulus menduga ada kolusi antara PDAM dan DPRD Kota Tangerang untuk memberlakukan klausul tersebut. "DPRD harus berani membatalkan klausul itu," tegas Tulus.

Konsumen bisa melakukan komplain, bahkan gugatan class action kepada PDAM. (tri)



Post Date : 18 Juni 2007