|
Banjir lagi-lagi menerjang Jakarta. Kali ini lebih besar dan meluas, seperti mengulang bencana serupa pada tahun 2002 lalu. Jalan-jalan, rumah, dan perkantoran terendam. Semua itu diyakini mengakibatkan kerugian. Harta benda bernilai triliunan rupiah dipastikan terbuang sia-sia. Itu belum termasuk kerugian imaterial yang tak terhitung nilainya. Korban harus ketakutan dikepung banjir. Hidup sulit di tempat-tempat pengungsian atau di rumah tetangga dan sanak-saudara. Kedinginan, lelah, dan segala macam kesulitan harus mereka alami. Sekali lagi, mereka menjadi korban dari kerusakan alam yang sengaja dilakukan sebagian manusia. Alam pun membayar tuntas dengan mendatangkan air bah. Rakyat tak berdosa pun terkena getahnya. "Kamis (1/2) malam, air menggenangi kompleks rumah sampai setinggi pinggang. Air sempat surut pada sekitar pukul 04.00 esok harinya, Jumat. Namun, air kemudian berangsur naik lagi menjelang siang. Kami sekeluarga terpaksa harus mengungsi ke tempat orangtua suamiku," kata Ratna, penghuni Kompleks Bappenas, di Jalan Siaga Raya, Jakarta Selatan, Sabtu (3/2) siang. Ratna mengaku amat sedih melihat perabotan rumahnya porak poranda diterjang banjir. Lemari es besar berukuran besar miliknya mengapung, dan dipastikan rusak berat. Kelak barang itu tentu tak dapat lagi diperbaiki. Pernak-pernik di dalam rumah pun tak lagi berbentuk. Apalagi bangunan bagian dalam dan luar rumah, yang dipastikan cacat setelah terendam air berhari-hari. Ratna sulit melukiskan berapa banyak nilai uang yang lenyap begitu saja. Belum lagi melihat mobil Honda Jazz miliknya terendam banjir hingga ke bagian jok. Banjir besar melanda kompleks ini setelah tanggul pengaman di sekitar perumahan jebol karena tak kuat menahan desakan arus air. Puluhan hingga ratusan rumah dipastikan rusak, yang kurang lebih sama dengan nasib rumah Ratna. "Tahun lalu juga kebanjiran, tetapi cuma sampai sebatas lutut. Tahun ini berarti kali kedua rumah kami kebanjiran. Padahal, selama 10 tahun tinggal di sini sebelumnya, aman-aman saja," kata Ratna lagi. Pengalaman buruk Ratna juga dialami ratusan penghuni kompleks perumahan karyawan kantor pajak dan PT Kereta Api di kawasan Bukit Duri, Jakarta Selatan. Sebuah rumah besar tampak terendam nyaris sampai ke atap rumah. Zamroni (54), penghuni salah satu rumah di Bukit Duri tersebut, mengatakan, ia tidak menyangka rumahnya diterjang banjir. Peristiwa ini baru pertama kali ia alami. Zamroni tidak sempat menyelamatkan barang-barang elektronik dan perabotan rumah tangganya. Zamroni adalah salah seorang warga RT 15 RW 12 di Bukit Duri yang selama ini selalu terhindar dari banjir, tidak seperti kawasan sepanjang RT 01 sampai dengan RT 12 di RW sama yang selalu menjadi daerah langganan banjir. Oleh karena itu, saat air Sungai Ciliwung mulai meluap, Kamis lalu, Zamroni dan keluarganya tenang-tenang saja. Mereka kaget bukan kepalang ketika air menembus masuk, bahkan sampai mencapai satu meter lebih menggenangi rumahnya sehari kemudian. Banjir mulai rutin menghampiri kawasan Bukit Duri, setelah rumah-rumah tumbuh tak terkendali di bantaran Ciliwung. Menurut Syarimsah, warga Bukit Duri lainnya, pada tahun 1970-an, alur sungai di kawasan itu masih lebar, dan meski hujan lebat tidak pernah meluap ke permukiman. "Saat ini lebar sungai mungkin sudah menyusut hingga lima meter, belum lagi pendangkalan akibat tumpukan sampah dan lumpur. Pagar hijau tumbuhan di pinggiran kali juga ludes diganti dengan bangunan padat. Akibatnya, sejak awal 1990-an banjir terus menerjang kawasan ini dan semakin parah setiap tahun," kata Syarimsah. Kerugian tidak hanya berupa perabot dan mobil yang rusak, tetapi juga tidak optimalnya aktivitas bisnis sepanjang Jumat dan Sabtu. Aktivitas perkantoran di Sudirman-Thamrin hingga Kuningan dan Gatot Subroto yang sepi dari karyawan, berujung pada kerugian miliaran hingga triliunan rupiah yang membebani perusahaan. Diundur Senin "Hari Jumat lalu sebenarnya ada beberapa agenda rapat akhir pekan dan proyeksi minggu depan, serta beberapa janji persetujuan bisnis dengan beberapa klien. Akan tetapi, terpaksa semua diundur hingga Senin depan, itu pun kalau kondisinya nanti memungkinkan," kata Setiawan Antony, karyawan bagian pemasaran di salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Lumpuhnya aktivitas bisnis juga terjadi di Glodok hingga Mangga Dua, juga sebagian Pasar Tanah Abang. Perdagangan terhenti karena baik pedagang maupun pembeli susah mencapai lokasi-lokasi pasar tersebut, karena kios atau jalan terendam. Namun, tidak semua orang mengumpat dan bersedih saat banjir melanda. Semakin deras aliran air serta semakin tinggi genangan, banyak orang memanfaatkan jasa pengangkut gerobak sebagai alternatif melancarkan mobilitas. "Saya baru hari ini mangkal di sini, setiap orang mau menyeberang cukup bayar Rp 10.000. Kalau orang saja, murah dan bisa muat sampai empat orang per gerobak. Tapi, kalau mau menyeberangkan sepeda motor harus sewa satu gerobak, paling mahal Rp 15.000," kata Ruskin, penarik gerobak di Joglo, Jakarta Barat. Gerobak dan ojek Di kawasan ini pengangkut gerobak dan penarik delman banyak menangguk rezeki. Penarik delman dibantu tenaga kuda sebagai penarik mampu membawa empat orang hingga lima orang sekaligus, untuk melintasi genangan sepanjang lebih kurang 300 meter di Joglo. Dengan diawaki tiga orang hingga empat orang, gerobak dorong lebih fleksibel karena mampu membawa sepeda motor atau barang lainnya. Satu orang berada di depan untuk menarik dan menentukan jalur jalan yang akan dilalui. Beberapa temannya mendorong gerobak. Kemacetan lalu lintas di tempat ini berlangsung sejak pagi hingga menjelang malam. Ruskin menargetkan mampu meraup Rp 500.000, dari hasil mondar-mandir menarik gerobaknya menyeberangkan orang-orang menuju ke arah Cipulir atau para penghuni dan pekerja di salah satu apartemen di kawasan ini. Rezeki nomplok juga dinikmati para tukang ojek sepeda motor. Salah satunya Karno, tukang ojek yang memiliki tempat mangkal tetap di kawasan Palmerah Selatan, Jakarta Barat. Sejak Jumat hingga Sabtu, Karno dan kawan-kawannya menuai rezeki. Banyak sekali pegawai kantor dan masyarakat di kawasan ini memilih menggunakan ojek selama bepergian daripada memakai mobil. Sekali antar ke arah pusat kota di Sudirman, ia menarik ongkos Rp 15.000-Rp 25.000. Hingga Jumat siang saja Karno sudah mengumpulkan Rp 300.000. Banjir, meskipun telah merugikan begitu banyak manusia di Jakarta dan sekitarnya, ternyata tetap masih bisa memberikan keuntungan bagi secuil orang. neli triana Post Date : 04 Februari 2007 |