|
SELAIN demam berdarah (DB) yang saat ini sedang merebak, masyarakat diminta mewaspadai beberapa jenis penyakit yang kerap muncul di waktu musim hujan dan banjir. Curah hujan yang meningkat membuat sejumlah daerah bagai kolam raksasa. Pemukiman penduduk tergenangi air, bahkan terendam. Kendati banjir adalah 'tamu' tak diundang, namun selalu datang setiap tahunnya. Persoalan yang muncul saat banjir bukan hanya genangan air, rumah terendam, atau orang meninggal akibat hanyut, tetapi munculnya berbagai penyakit. Sekretaris Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2M & PL) Departemen Kesehatan Sjafii Achmad mengingatkan masyarakat bahwa saat banjir dan pascabanjir sejumlah penyakit siap mengancam. ''Diare, leptospirosis, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan penyakit kulit datang saat banjir dan pascabanjir. Karena itu, penyakit-penyakit harus diwaspadai,'' kata Sjafii kepada Media, kemarin. Jadi, selain DB yang saat ini sedang merebak dan menelan korban jiwa ratusan orang, penyakit tersebut harus segera diantisipasi masyarakat. Tetapi, lanjut Sjafii, masyarakat tidak perlu terlalu khawatir, jika upaya antisipasinya dilakukan dengan baik. ''Jurus antisipasi pun tidak sulit dilakukan. Caranya, dengan memerhatikan sanitasi lingkungan dan masalah higienis. Setelah memerhatikan lingkungan sekitarnya, lalu tanamkan pola hidup sehat. Biasakan mengonsumsi air yang bersih dan sudah dimasak. Cuci tangan sebelum makan dan menghindari daerah yang sangat lembab. Kalau bisa mengungsi ke daerah yang lebih aman dan sehat. Tujuannya untuk menghindari risiko terkena penyakit lebih parah,'' jelasnya. Menurut Sjafii, untuk menangkal serangan penyakit di musim hujan dan banjir, masyarakat disarankan membentengi tubuh dengan meningkatkan daya tahan tubuh. Meningkatkan daya tahan tubuh dapat dengan cara mengonsumsi makanan seimbang. Makanan yang dapat meningkatkan daya tahan adalah protein dan buah-buahan. Protein dikenal dapat meningkatkan ketahanan tubuh. Sementara buah-buahan yang mengandung berbagai vitamin dikenal sebagai sumber zat yang meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu, lanjutnya, banjir juga membawa dampak psikologis. Tidak sedikit warga yang harta bendanya hancur akibat banjir mengalami stres, gelisah, dan anxiety. ''Tidak menutup kemungkinan akibat stres, daya tahan tubuh pun menurun. Kalau sudah stres akan mudah penyakit menyerang,'' jelas Sjafii. Kualitas air Sementara itu, ahli hidrologi Dr Arie Herlambang mengatakan, faktor lingkungan sangat menentukan berkembangbiaknya bakteri-bakteri penyebab diare. ''Kualitas air sangat tergantung pada kondisi daerahnya. Sebetulnya hujan baik bagi air itu sendiri. Karena air yang ada di tanah akan diangkat ke permukaan. Biasanya air tanah ini sudah jernih karena unsur organiknya rendah,'' jelasnya. Arie mengatakan, sebetulnya proses turunnya hujan membuat air tanah melakukan filterisasi secara alamiah sehingga ketika terangkat ke permukaan, airnya justru lebih bersih. Tetapi karena masalah lingkungan buruk, air yang bersih ini tercampur dengan air yang tercemar. Air yang tercemar banyak mengandung unsur organik, seperti bakteri E-Coli yang menyebabkan diare, tifus, dan desentri. Jadi, problem sekarang ini munculnya diare dan penyakit menular lainnya akibat banjir dikarenakan sanitasi yang buruk. ''Di Jakarta saja baru 40% wilayah yang mendapatkan pelayanan air bersih dari PDAM, sisanya air tanah. Air tanah dangkal sekitar 0-40 meter dari permukaan sangat rentan terhadap pencemaran. Air yang dangkal ini mudah tercemar dari luar, seperti industri, pom bensin atau bahan kimia lainnya. Apalagi di masyarakat masih banyak dijumpai adanya sumur terbuka, sehingga sangat memungkinkan kotoran atau limbah masuk.'' Lebih lanjut, Arie mengatakan, di pemukiman padat, terutama di tepi bantaran sungai, seperti di tepi Sungai Ciliwung, sanitasi yang dibangun cukup buruk. Belum lagi masyarakat memiliki budaya membuang sampah sembarangan di sungai. Terjadinya kontaminasi kotoran dalam air tanah, menurut Arie, disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya jamban (tempat buang air besar). Di Indonesia sendiri kesadaran masyarakat terhadap pentingnya jamban hanya 50% saja. Itulah sebabnya penyebaran bakteri-bakteri ke dalam makanan maupun air sangat mudah, sehingga orang yang mengonsumsi makanan terserang penyakit perut. Arie mengatakan, jamban yang ada di masyarakat saat ini juga belum semuanya memenuhi syarat sanitasi. Misalnya, tidak ada reaktor tertutup di suatu tempat yang jauh dari lingkungan penduduk. Karena jamban yang dibuat sangat berdekatan dengan rumah penduduk, bila reaktornya pecah, maka airnya bisa keluar dan meresap ke dalam tanah, maka terjadilah pencemaran air tanah oleh tinja. Untuk itu, dalam membangun jamban, jelas Arie, harus 70 cm di permukaan tanah dan jarak jamban dengan sumur atau sumber mata air lainnya minimal 2-3 meter. ''Supaya menghindari pencemaran dan air tidak bau. Tetapi pembuatan jamban yang baik ini dalam praktiknya tidak sama. Di pemukiman padat, banyak jamban dibangun dekat dengan sumur dan sumber air. Makanya kualitas air di pemukiman padat tidak memenuhi syarat untuk air minum.'' Satu-satunya upaya untuk mematikan virus atau bakteri air harus direbus dahulu dalam suhu 100 derajat sebelum dikonsumsi. Untuk itu, di musim penghujan dan banjir ini, masyarakat harus cukup mengonsumsi air bersih. Air bersih yang digunakan tidak hanya untuk makan dan minum, tetapi juga mandi, mencuci pakaian, perlengkapan makan, dan lain sebagainya. Sebab, air kotor sekalipun tidak diminum juga dapat menimbulkan penyakit, yaitu gatal-gatal pada kulit. (Drd/Nda/V-1) Post Date : 25 Februari 2004 |