|
SUMEDANG, (PR). Ratusan jiwa dari 50 kepala keluarga (KK) yang mengikuti program relokasi dari Dusun Bungbulang dan Sindagpalay, Desa Sukamukti, Kec. Tanjungmedar, Kab. Sumedang, ke perumahan Sindangmekar di perbukitan Gombong, hingga saat ini masih mengeluhkan masalah kesulitan memperoleh air bersih. Sementara itu, Pemkab Sumedang belum membantu pengadaan fasilitas air bersih yang menjadi dambaan warga di tempat relokasi tersebut. Dari keterangan warga yang dihimpun "PR", Kamis (24/8), di tempat relokasi yang berada di lereng perbukitan itu, sama sekali tidak terdapat sumber air bersih, baik berupa sumur gali maupun sumur bor. "Membuat sumur gali di sini, mana mungkin Pak. Kedalamannya juga harus puluhan meter. Mana berani orang menggali sumur dalam-dalam. Kecuali kalau sumur bor atau sumur artesis, mungkin bisa, tapi dari mana biayanya. Biaya pembuatan sumur bor kan, mahal sekali," ujar Kosasih (55), salah seorang kepala keluarga penghuni tempat relokasi tersebut. Dalam beberapa bulan terakhir, permukiman warga relokasi tersebut memang telah mendapat suplai air bersih dengan cara menarik air dengan pipa paralon kecil dari mata air Babakanpicung, Desa Wargaluyu. Tetapi, di samping debit air yang dialirkannya kecil, suplai air dari mata air itu pun selama musim kemarau setiap harinya tidak mengalir selama 24 jam penuh. "Air ini bisa mengalir ke sini berkat usaha Pak Kuwu Sukamukti. Tapi bantuan air dari Desa Wargaluyu ini pun tidak mengalir 24 jam. Tetapi, saat kemarau ini dibatasi hanya dari pukul lima pagi sampai pukul tujuh malam. Kalau malam, aliran air yang ke pipa ini ditutup dari sumbernya, dan dialihkan dulu untuk mengairi sawah dan lahan pertanian masyarakat Wargaluyu," tutur Ny. Darsih (46) yang telah tiga tahun menetap sebagai penghuni tempat relokasi tersebut. Harus antre Suplai air dari mata air di desa tetangga itu, kini baru sekadar bisa membantu kebutuhan akan air minum dan keperluan dapur warga penghuni kompleks relokasi tersebut. Sedangkan, untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus, warga di kompleks tersebut, terpaksa masih harus mengambil air dari beberapa titik sumber mata air lainnya yang berjarak antara 200 meter hingga ada yang hampir mencapai 1 km. Bahkan karena tidak ada sumber air bersih lain kecuali suplai air terbatas dari mata air Babakanpicung tadi, menurut sejumlah warga di kompleks itu, masalah kesulitan untuk memperoleh air bersih yang memadai, tidak hanya dirasakan pada musim kemarau seperti sekarang. "Pada musim hujan pun, sama saja Pak. Kalau perlu air bersih, ya harus antre menampung dari pipa kecil ini, atau pergi ke sumber air yang jauh dari sini. Hanya, kalau lagi musim hujan, sih tidak begitu repot. Sekadar untuk keperluan mandi dan mencuci, masyarakat di sini sudah terbiasa menggunakan air hujan yang kami tampung," tutur Ny. Neneng (35). Akibat sulitnya memperoleh air, sebagian warga yang harusnya direlokasi, ternyata memilih bertahan di tempatnya semula, walau harus menghadapi bencana longsor. (A-91) Post Date : 25 Agustus 2006 |