|
Garut, Kompas - Warga Wanaraja, Kabupaten Garut, selama bertahun-tahun mengonsumsi air comberan untuk masak, minum, mencuci, dan mandi. Sebagian warga hanya menggunakan air comberan untuk mandi dan membersihkan rumah, sedangkan untuk masak dan minum terpaksa membeli air bersih galonan. Akibat sering mandi dengan air comberan, warga sering mengalami gatal-gatal, bahkan penyakit muntaber. Dalam waktu dua bulan ini warga Wanaraja tengah menunggu selesainya pembangunan pipa sepanjang delapan kilometer dari sumber mata air Cigaruhguy, Kampung Pameungpeuk, Desa Cigadog, Kecamatan Sucinaraja, untuk pasokan air bersih. Pembuatan pipa yang akan mengalirkan air bersih pegunungan sekitar tiga liter per detik itu merupakan bantuan Pemerintah Kabupaten Garut senilai Rp 600 juta. Air itu akan diberikan untuk sekitar 500 keluarga di Kampung Pangkalan dan Sukadanau, Wanaraja. Akan tetapi, hingga awal pekan ini warga kedua kampung itu masih kebingungan dan keberatan dengan tambahan dana sekitar Rp 250.000 per keluarga. Dana tambahan tersebut direncanakan untuk membeli pipa guna menyambung air ke masing-masing rumah dan membeli meteran air. Warga keberatan karena menganggap bantuan Rp 600 juta itu sudah termasuk pipa yang masuk ke rumah mereka. "Kami masih belum menyepakati besaran uang untuk swadaya pembangunan pipa setelah pipa delapan kilometer itu jadi. Sebab, ada kesepakatan lain dengan pemilik sawah di sekitar mata air yang juga akan memanfaatkan air tersebut untuk sawahnya," kata Bendahara Panitia Pengadaan Air Pangkalan, Deni Mudakir Firman, Senin (25/10). Alat penyaringan Pemilik sawah, Atang dan Mamun, meminta warga yang ada di kedua kampung itu membayar Rp 15 juta untuk pembuatan dam agar air tidak meluber terbuang. Sebelumnya, pada 6 Oktober lalu, Pemerintah Kabupaten Garut telah membantu alat penyaringan air comberan buatan Institut Teknologi Bandung (ITB) senilai Rp 40 juta dengan sistem kontrak sekitar dua bulan. Alat tersebut bersifat sementara sambil menunggu pembangunan pipa dari mata air Cigaruhguy terbangun. Di Kampung Pangkalan terdapat tiga kolam berukuran sekitar 64 meter persegi untuk menampung air comberan. Dengan alat bantuan tersebut setiap dua hari sekali mereka menyaring air itu, kemudian dimasukkan ke dalam 24 drum plastik dan tiga di antaranya diisi dengan pasir. Selanjutnya air tampungan di drum tersebut diberi larutan tawas butek untuk menjernihkan air. Setelah jernih, air ditampung di bak penampungan dengan kapasitas 2.000 liter dan dapat dikonsumsi. Akan tetapi, meski telah melalui penjernihan, bau air dan busa dari detergen tidak dapat hilang. "Harapan warga, pipa mata air dapat segera selesai dan air bersih dapat segera mengalir," kata Deni. Tanah di daerah Wanaraja tergolong cadas sehingga meski digali tetap tidak mengeluarkan air bersih. Yoyo Junaidi, salah seorang warga Pangkalan, mengatakan pernah menggali sumur sedalam sekitar 20 meter dan 50 meter, namun tetap tidak mendapatkan air. "Justru gas berhawa dingin yang kami dapatkan dari hasil menggali sumur. Akhirnya kami tutup kembali," katanya. Pada tahun 1980-an, desa tersebut pernah mengirimkan permohonan pasokan air bersih kepada Pemerintah Kabupaten Garut, namun tidak pernah mendapatkan tanggapan. Pengurus Badan Perwakilan Desa (BPD) Wanaraja Dadang Rahmat mengharapkan bantuan pipa air dari Pemkab Garut tidak hanya diberikan pada kedua kampung itu. Alasannya, lima kampung lainnya dari sembilan kampung di Kecamatan Wanaraja juga mengalami hal serupa, mengonsumsi air comberan. Akan tetapi, karena terbentur hukum adat, air dari mata air Cigaruhguy hanya dapat dialirkan dan dikonsumsi oleh warga di Kampung Pangkalan dan Sukadanau. Sementara itu, kampung lainnya di daerah Wanaraja harus dapat mengupayakan sendiri dari sumber mata air lainnya.(AYS) Post Date : 27 Oktober 2004 |