Warga Tutup TPA Bukittinggi

Sumber:Kompas - 12 Juli 2007
Kategori:Sampah Luar Jakarta
BukitTinggi, Kompas - Ratusan warga Kanagarian Kurai V Jorong, Kecamatan Mandiangin Koto Selayar, Kota Bukittinggi, Rabu (11/7) sore, menutup akses masuk ke tempat pembuangan akhir sampah atau TPA Panorama Baru. Hal tersebut dilakukan karena pemerintah tak aspiratif terhadap keinginan mereka.

Warga kanagarian tersebut sejak sekitar pukul 15.30 telah berkumpul di depan Masjid Panangak, Kanagarian Kurai V Jorong, untuk menghalangi setiap truk sampah yang akan melewati wilayah tersebut. Warga mendirikan tenda di tepi jalan dan berkumpul sambil menunggu truk-truk sampah yang akan lewat. Namun, sampai dengan sekitar pukul 19.00, tidak satu pun truk sampah yang memasuki kawasan tersebut.

Ramli Marzuki Datuk Palindih, salah satu tetua di Kanagarian Kurai V Jorong, ditemui di lokasi, menyatakan, warga kanagarian terpaksa melakukan penutupan karena selama beberapa tahun terakhir, keinginan mereka dan perjanjian yang telah disepakati antara warga dengan Pemerintah Kota Bukittinggi beberapa waktu sebelumnya, sama sekali tidak dilaksanakan oleh pemerintah.

"Selama ini tidak ada respons dari pemerintah terhadap keberadaan tanah ulayat yang mereka gunakan sebagai tempat pembuangan sampah," katanya.

Sejak 1976

Ramli menuturkan, sejak tahun 1976, Pemkot Bukittinggi telah menggunakan wilayah Panorama Baru, yang merupakan bagian dari Ngarai Sianok, sebagai tempat pembuangan akhir sampah. Sampah dari Kota Bukittinggi dan sebagian wilayah Kabupaten Agam, dibuang di daerah tersebut.

Menurut Ramli, selama ini masyarakat tidak mengajukan keberatannya terhadap pembuangan sampah tersebut karena tidak banyak dampak yang diakibatkan. Namun, semakin lama, semakin banyak keluhan warga yang didengar para ninik mamak kanagarian tersebut.

"Masyarakat mengeluh banyaknya lalat dan bau sampah yang semakin kuat tiap hari. Sebenarnya sudah cukup lama kami mengadu, tapi tidak pernah didengar oleh pemerintah," tutur Ramli.

Salah satu warga, Rinaldo, menuturkan, penutupan ini merupakan puncak dari kekesalan warga akibat tidak didengarkannya tuntutan warga. "Aksi ini sudah dua kali kami lakukan tahun ini saja, tahun-tahun sebelumnya, aksi seperti ini sudah dilakukan. Tetapi, tidak ada tanggapan yang positif dari pemerintah," katanya.

Rinaldo menuturkan, penutupan ini sebenarnya bermula ketika salah satu warga mengadakan acara baralek gadang (semacam pesta perkawinan adat Minangkabau). Dalam acara tersebut, para ninik mamak kanagarian mengeluh banyaknya lalat beterbangan. (mhd)



Post Date : 12 Juli 2007