Sosialisasi yang minim terkait pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Cangir, membuat sebagian warga masih menolak rencana pembangunannya. Tidak adanya penjelasan teknis seputar teknologi sampah dan penerapannya kepada warga membuat warga masih khawatir terhadap dampaknya pada lingkungan sekitar.
Penolakan ini disampaikan puluhan warga, Minggu (25/10) di Kantor Desa Ciangir, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang. Kepada aparat desa setempat warga meminta kejelasan pembangunan TPST yang nota kesepahamannya sudah ditandatangani ini.
Anwar juru bicara warga mengatakan ia dan warga lainnya masih khawatir terhadap dampak yang bakal ditimbulkan. "Sampah identik dengan kotoran penyakit," kata Anwar.
Sementara teknologi pengelolaannya yang digembor-gemborkan modern dan ramah lingkungan hingga saat ini belum pernah dipresentasikan langsung kepada warga. Apalagi jika terwujud keberadaan TPST di Desa Ciangir akan bertahun-tahun lamanya. "Akan jadi apa anak cucu kami jika pengolaannya tidak aman," ujarnya.
Selama ini warga tahu rencana pembangunan TPST hanya dari media massa dan pejabat yang menyampaikan di muka umum. Namun untuk detilnya dan nota kesepahaman yang telah ditandatangani oleh Pemerintah DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang belum pernah disampaikan.
Warga menurut Anwar khawatir selama ini hanya diperalat oleh segelintir orang untuk mencapai tujuan pribadi. Warga dibuat seolah-olah sudah 100 persen setuju sehingga nota kesepahaman dengan mudah diteken. Ini yang menjadi alasan warga bersuara meminta penjelasan.
Ia mencontohkan sebelum lebaran Idul Fitri lalu warga dimintai tanda tangan demi uang Rp25 ribu yang katanya untuk THR (tunjangan hari raya). "Waktu itu katanya THR ini dikasih sama salah satu kontraktor," kata Anwar.
Warga saat itu setuju saja membubuhkan tanda tangannya. Namun belakangan warga khawatir tanda tangan yang diberikan tersebut disalahgunakan dengan dianggap sebagai bentuk persetujuan. Oleh karena itu Anwar meminta kepada Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk bisa turun tangan menjelaskan detil agar warga bisa memahami.
Sementara itu Kepala Desa Ciangir, Suherdi yang ditemui Jurnal Nasional mengakui bahwa selama ini tidak ada sosialisasi. Baik secara langsung maupun melalui aparat kecamatan, desa, atau RT/RW setempat. Informasi detil TPST semuanya ada di level Dinas Kebersihan pemerintah daerah kedua daerah. Bahkan Suherdi sendiri tidak diundang secara resmi dalam penandatangaanan nota kesepahaman beberapa waktu lalu.
"Kami aparat desa hanya bisa menampung aspirasi dan menyampaikannya kepada dinas terkait," kata Suherdi.
Menurutnya memang terjadi perbedaan pada warga Ciangir menyikapi rencana pembangunan. Ada warga yang memaklumi rencana DKI menjadikan lahan seluas 98 hektare miliknya menjadi TPST, tapi tidak sedikit juga yang menolaknya dengan alasan pencemaran. Suriyanto
Post Date : 26 Oktober 2009
|