Warga Tolak Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

Sumber:Koran Tempo - 03 Desember 2007
Kategori:Sampah Luar Jakarta
BANDUNG -- Warga Kompleks Perumahan Griya Cempaka Arum, Bandung, dan desa-desa sekitarnya kemarin menggelar unjuk rasa menolak rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) yang menggunakan teknologi insinerasi. Warga menggelar spanduk dan poster yang isinya mengecam rencana Pemerintah Kota Bandung itu.

Unjuk rasa ini dihadiri sejumlah aktivis lingkungan dari Forum Masyarakat Terkena Dampak PLTSa Kabupaten Bandung, Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat, Global Alliance for Incinerator Alternatives/Global Anti-Incinerator Alliance (GAIA), dan Balifokus.

Koordinator unjuk rasa, Roni Mohamad Tabroni, mengatakan tempat pengolahan akhir sampah dengan menggunakan insinerator berteknologi tinggi belum tentu ramah lingkungan. "Apa benar kelak tidak akan merusak lingkungan di sini?" kata Roni.

Kawasan Griya Cempaka Arum dan sekitarnya sejak awal diperuntukkan bagi permukiman, bukan bagi lokasi pusat insinerator sampah. Kegiatan PLTSa dikhawatirkan menimbulkan polusi dan berdampak buruk bagi kesehatan anak-anak. "Kami menolak dikorbankan. Pemerintah seharusnya melindungi kesejahteraan warganya," kata Roni.

PLTSa adalah solusi yang dipilih Pemerintah Kota Bandung untuk mengatasi masalah sampah. Pabrik pengolah sampah ini akan dibangun di kawasan Gedebage oleh PT Bandung Raya Indah Lestari dengan menggunakan mesin pengolah sampah buatan Cina. Analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan feasibility study PLTSa dikerjakan oleh Institut Teknologi Bandung dan akan selesai 15 Desember nanti. Peletakan batu pertama pembangunannya direncanakan pada 8 Januari mendatang.

Neil Tangri dari GAIA meminta pemerintah dan lembaga-lembaga donor seluruh dunia berhenti meracuni masyarakat dengan polutan toksik yang diakibatkan oleh pemakaian teknologi insinerasi. "Teknologi insinerasi memberikan kontribusi signifikan kepada krisis perubahan iklim," katanya.

Karena itu, Neil melanjutkan, pihaknya mengajak masyarakat global mendukung dan melaksanakan aksi zero waste. Teknologi pengolahan sampah dengan menggunakan insinerator tergolong sebagai teknologi kotor yang meracuni masyarakat dan berdampak pada perubahan iklim. "Ada banyak limbah berbahaya dalam bentuk gas dan abu yang dihasilkan," kata Yuyun Ismawati dari GAIA.

Menurut Yuyun, insinerator mengeluarkan lebih banyak karbon dioksida (CO2) dari cerobong per unit listrik yang dihasilkan dibanding yang dihasilkan oleh pembangkit listrik bertenaga batu bara. Insinerator biasanya digabungkan dengan sistem landfill atau tempat pembuangan akhir sampah yang merupakan sumber terbesar gas methane (CH4). Teknologi pengolahan semacam itu, menurut dia, membutuhkan pasokan sampah yang semestinya bisa didaur ulang atau dibuat jadi kompos, seperti kertas, sisa makanan, plastik, dan aluminium. ERICK PRIBERKAH HARDI | ROFIQI HASAN



Post Date : 03 Desember 2007