|
JAKARTA, KOMPAS - Tak ingin mengalami kesulitan memperoleh air bersih, ribuan warga RW 02, Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, menolak pangkalan air bersih atau hidran umum di lingkungan mereka ditutup. Pada Jumat (7/9) siang, puluhan warga saat antre air bersih di hidran umum milik Hasan di Jalan Alpukat XIII, Nomor 450, RT 006 RW 02, menyampaikan penolakan penutupan pangkalan air bersih itu. Menurut sejumlah pelanggan Palyja, mereka sudah setahun kesulitan mendapatkan air bersih, terutama sejak pekan-pekan terakhir ini. ”Air bersih sama sekali tidak mengalir ke rumah kami. Padahal, kami lancar membayar langganan air bersih Palyja,” kata Anto, Ketua RT 005 RW 02. Hal serupa disampaikan Ibu Imah (50) yang ikut antre membeli air di pangkalan air. ”Seluruh warga di RW 02, terutama di lingkungan RT 009 dan RT 010, kesulitan air bersih. Air tak lagi mengalir,” ujarnya. Mereka heran mengapa Palyja mau menutup pangkalan air. Padahal, Palyja belum mampu memberi jaminan air bersih tetap mengalir lancar ke rumah warga. Seharusnya, sebelum menutup pangkalan air, Palyja memberi jaminan tersebut kepada warga. ”Kami, kan, rela membeli air bersih sampai dua kali. Membeli air bersih sebagai pelanggan Palyja yang airnya sulit mengalir, tetapi uang bulanan bayar terus, dan membeli air bersih Palyja yang ada di pangkalan air,” tutur salah seorang warga RT 006 RW 02, Nurahman. Karmin (33), satu dari sepuluh pedagang air yang ikut antre mendapatkan air bersih di pangkalan air milik Hasan, mengaku, musim kering kali ini paling sulit mendapat air bersih. ”Selama 13 tahun jualan air di sini, baru kali ini kami sulit mendapat air bersih,” katanya. Saat pasokan air bersih di pangkalan air cukup, ia mampu menjual 20 gerobak sehari. Namun, bila pasokan air kurang, seperti hari itu, ia hanya bisa menjual air 10 gerobak. Satu gerobak air berisi 16-20 jeriken ukuran sedang. Harga satu jeriken air Rp 1.000. Dade (39), anggota Lembaga Masyarakat Kelurahan, memperkirakan, jumlah warga RW 02 mencapai 5.000 orang, dan 1.000 orang di antaranya pendatang ber-KTP daerah. Mereka semua butuh air bersih. Asmani Rani (34), wakil pemilik pangkalan air di Jalan Alpukat XIII, menegaskan, unjuk rasa warga di depan pangkalan airnya bukan rekayasa. ”Yang keberatan pangkalan air ditutup itu warga,” ujarnya. Hal serupa disampaikan pengelola pangkalan air di Gang Salak Barat, Ibu Adim (67). ”Pendapatan dari menjual air bersih sedikit, kok. Kalau pangkalan air di rumah saya mau ditutup, ya, silakan. Tetapi, hendaknya Palyja mendengarkan dulu keluh kesah warga. Saya sendiri tidak keberatan, kok,” katanya. Asmani Rani lalu menunjukkan surat pemberitahuan dari Manajer Unit Pelayanan Palyja Utama Siti Harni Harahap tanggal 19 Juli 2012. Surat itu menyampaikan, PT Palyja akan mengubah ukuran meter air dari ukuran 1” menjadi 0,5”. Palyja juga akan mengalihfungsikan hidran umum menjadi pelanggan rumah tangga. Meyritha dari Humas Palyja, melalui layanan pesan singkat, menulis, menurut Peraturan Daerah No 11/1993 dan instruksi Direktur Utama PAM Jaya tahun 1995, hidran umum dipasang di wilayah yang belum terjangkau jaringan Palyja dan melayani masyarakat sekitarnya, bukan untuk dikomersialkan, misalnya untuk melayani truk tangki. Apabila di wilayah itu sudah ada jaringan dan airnya cukup, fungsi hidran akan diperlakukan seperti pelanggan standar. Namun, sebelumnya Palyja bersama-sama PAM Jaya akan melakukan survei. Hidran di Jalan Alpukat XIII tersebut sudah dilakukan survei dan status hidran akan diganti menjadi pelanggan biasa. Sebab, menurut survei, air Palyja cukup untuk melayani pelanggan di wilayah itu. Namun, sejak bulan lalu, suplai air baku yang diterima Palyja dari Jatiluhur Kanal Tarum Barat berfluktuasi dan turun kira-kira 800 lps, atau sekitar 15 persen. Hal ini memengaruhi pelayanan Palyja kepada pelanggan, termasuk para pelanggan di Tanjung Duren Utara. ”Kami akan segera memeriksa kembali keluhan warga di wilayah Tanjung Duren Utara ini,” tulisnya. (WIN) Post Date : 08 September 2012 |