|
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dalam menanggulangi kekeringan kali ini memprioritaskan pembagian air bersih untuk keluarga tidak mampu. ''Untuk sementara kita mengirimkan 50 rit per hari dengan menggunakan 10 truk tangki pengangkut air bersih,'' kata Sekretaris Satuan Pelaksana Penanggulangan Kekeringan Kabupaten Gunungkidul Basuki Rochim, kemarin. Menurut dia, daerah yang dilanda kekeringan di Gunungkidul meliputi 11 kecamatan, yakni Kecamatan Girisubo, Tepus, Rongkop, Semanu, Paliyan, Tanjungsari, Saptosari, Panggang, Purwosari, Wonosari, dan Kecamatan Ponjong. ''Sesuai arahan Bupati, jangan sampai ada keluarga miskin yang tidak terlayani,'' kata Basuki. Menurutnya, keluarga yang tergolong mampu, dalam menghadapi kekeringan masih memiliki beberapa alternatif, di antaranya membeli air bersih dari pedagang swasta. Apalagi, saat ini penjualan air bersih yang diusahakan swasta cukup banyak dengan harga yang bervariasi antara Rp60.000 hingga Rp100.000 per tangki dengan kapasitas 5.000 liter. Harga air tersebut, katanya, sangat tergantung pada jarak dan kondisi medan menuju lokasi. Untuk desa-desa yang mudah dijangkau, biasanya harganya lebih murah dibandingkan dengan di desa-desa yang sulit dijangkau. Dia mengakui selama kemarau di wilayah ini memang terjadi hujan beberapa kali, yang oleh masyarakat disebut sebagai hujan kiriman. Hujan cukup membantu masyarakat karena airnya dapat mengisi bak penampungan air hujan milik mereka dan membuat beberapa telaga kembali berair. Sementara itu, Pemkab Sukoharjo, Jawa Tengah (Jateng), minta petani di wilayah ini untuk melakukan pengeringan total lahan persawahan pada September mendatang. Menurut Kepala Dinas Pertanian Sukoharjo Sri Sutarni, kemarin, pengeringan total ini dilakukan karena air permukaan yang biasanya berfungsi untuk mengairi persawahan semakin menipis. ''Program pengeringan total ini kita laksanakan pada saat aktivitas pertanian sudah tidak membutuhkan air, seperti pada saat panen,'' katanya. Selain minta petani melakukan pengeringan pada lahan sawah mereka, ujar Sri Sutarni, pihaknya juga tengah menggalakkan penyuluhan agar petani bersedia melakukan perubahan pola tanam, tidak melulu padi terus-menerus. Perubahan pola tanam itu, katanya, selain efektif untuk menjaga tingkat kesuburan tanah, juga mampu memutus siklus hama padi dengan baik. Cara-cara ekstrem itu, menurut Kepala Dinas Pertanian Sukoharjo, akan terus ditempuh sebagai upaya ganda, yaitu menyelamatkan lingkungan dan memberikan variasi kepada petani supaya ke depan bisa menjadi petani andal. Secara terpisah juru bicara Pemkab Sukoharjo, Sudjoko mengatakan, guna mengatasi dampak kekeringan pada musim kemarau kali ini, para petani telah disarankan untuk membuat sumur-sumur artesis. Sumur tersebut sebagai cadangan jika pengairan irigasi tidak memungkinkan lagi. Sebanyak 428.687 hektare (ha) lahan hutan di 16 kabupaten dan kota di Jateng saat ini dalam kondisi kritis dan harus mendapat perhatian serius karena dapat menimbulkan bencana. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali Jratun Provinsi Jateng Sutrisno, kemarin, mengatakan, dari 428.687 ha lahan hutan yang kritis tersebut, 238.170 ha di antaranya berada di luar kawasan hutan. Sedangkan sisanya berada di dalam kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani. Sebanyak 16 wilayah yang lahan hutannya rusak itu adalah Kabupaten Brebes, Kabupaten dan Kota Tegal, Kabupaten dan Kota Pemalang, Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal, Kabupaten dan Kota Semarang, Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, dan kabupaten Rembang. (WJ/AU/AS/N-2) Post Date : 22 Juli 2004 |