|
CIMAHI, (PR).-Warga sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah di Kel. Leuwigajah, Kec. Cimahi Selatan, Kota Cimahi, tetap menolak keinginan pemerintah untuk mengaktifkan lagi TPA tersebut. Mereka tidak ingin tragedi longsor sampah yang menewaskan 147 jiwa dan menimbun puluhan ha tanah pada 21 Februari 2005 lalu, kembali terulang. Hal itu terungkap saat peringatan dua tahun tragedi longsor sampah di atas Gunung Kunci TPA Leuwigajah, Rabu (21/2). Bahkan, penolakan tersebut ditulis dalam spanduk berukuran 4x4 m serta dipasang di sisi panggung acara. Bunyi spanduk itu, Tegesning nampik jalma mawa runtah datang deui. Tidak hanya di lokasi itu, peringatan bencana longsor sampah juga dilakukan massa Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Unjani di DPRD Kota Cimahi dan kantor Pemkot Cimahi. Mereka mempertanyakan kejelasan status hukum kasus penyelewengan dana bantuan korban bencana longsor dan mendesak Polres Cimahi serta kejaksaan mengusut secara tuntas. Salah seorang tokoh masyarakat Leuwigajah, Asep Abbas, mengatakan, Pemkot Cimahi pernah melakukan pertemuan dengan masyarakat sekitar TPA Leuwigajah. Dalam pertemuan itu, pemerintah menyampaikan rencana mengirim lagi sampah ke TPA tersebut 5 Januari 2007 lalu. Namun, konsep yang diterapkan tidak jelas. Itulah sebabnya, banyak penolakan, ujarnya. Apalagi kondisi yang ada, lanjut Asep, belum ditata dengan baik. Padahal pemerintah wajib menatanya tanpa perlu diminta masyarakat. Jangan hanya memikirkan pendapatan dari sampah, tapi harus memerhatikan lingkungan, katanya. Hal senada diungkapkan keluarga korban, Ridwan Tadjoedien (29). Dibuka lagi atau tidak, itu soal gampang. Hanya, apakah pemerintah tidak melihat bahwa kejadian ini sebagai cerminan bahwa pengelolaan sampah yang salah berdampak munculnya bencana. Kejadian dua tahun lalu, bukan bencana murni, tapi ada kelalaian pengelola TPA, ucapnya. Bangun monumen Sementara itu, sebuah monumen akan dibangun di atas Gunung Kunci sebagai tugu peringatan bencana longsor TPA Leuwigajah. Ketua panitia, Esix Yoneri mengatakan, kegiatan ini bukan untuk mengganjal rencana pemerintah membuka lagi TPA Leuwigajah. Tugu itu sebagai peringatan bahwa pernah terjadi bencana longsor di tempat ini. Bukan mengungkit siapa yang salah, tapi jadi pembanding dan pelajaran bahwa sampah yang tidak terkontrol bisa jadi malapetaka untuk semua, ujarnya. Sedangkan Wali Kota Cimahi Itoc Tochija menegaskan, teknologi yang diterapkan akan berbeda. Kita butuh lokasi itu untuk tempat pengolahan sampah Cimahi. Karena itu, dipilih teknologi yang seminimal mungkin menimbulkan bencana, tuturnya. Penataan yang dimaksud, lanjut Itoc, diupayakan agar air lindi tidak masuk ke lokasi tumpukan sampah dan segera membuat instalasi pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi, Ir. Sumardjito, jika unsur teknologi dimasukkan dalam pengolahan sampah, berarti ada biaya minimal yang harus didapatkan (least cost). Yang jadi pertimbangan, biaya efisien dan teknologi harus ramah lingkungan. Terlepas dari dibuka kembali atau tidak, namun tumpukan sampah di Leuwigajah yang sekarang masih ada, juga harus ditata, ungkapnya. (A-158) Post Date : 22 Februari 2007 |