|
Sendawar, Kompas - Banjir yang melanda Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, hingga Kamis (27/4) memaksa warga tinggal di atas rakit atau mengungsi ke bukit terdekat dari rumah. Banjir yang sebelumnya melanda 13 kecamatan kini merendam hingga 17 kecamatan. Banjir menerjang daerah di tepian Sungai Mahakam. Bencana itu disebabkan oleh hujan dalam beberapa hari terakhir dan luapan Sungai Mahakam. Wakil Bupati Kutai Barat Didik Effendi mengatakan, banjir kali ini kemungkinan akan sama besarnya dengan banjir tahun 2005, di mana 19 dari 21 kecamatan diterjang banjir. Akibat banjir, sekolah-sekolah yang berdekatan dengan Sungai Mahakam diliburkan. Di Desa Gumuhan Asa, Kecamatan Melak, sekitar 50 rumah diterjang banjir yang tingginya 3,5 meter. Menurut warga, banjir mulai melanda sejak Senin lalu dan ketinggian air bertambah setiap hari. Diperkirakan air belum akan surut dalam sebulan. Hampir seluruh rumah terendam. Warga mengangkat barang-barangnya ke tingkat rumah yang lebih tinggi, ke rakit, atau dititipkan ke tetangga. Warga ada yang memasak dan tidur di rakit. Sebagian warga tidur di dalam tenda di bukit. Kebutuhan makanan warga masih tercukupi oleh stok yang ada di toko-toko. Stok diperkirakan cukup untuk dua minggu. Samarinda-Melak putus Jalan penghubung Samarinda, ibu kota Kalimantan Timur, dengan Kecamatan Melak terputus. "Putus di ruas jalan di Muara Lawa 100 meter dan Bongan 300 meter," katanya. Kecamatan yang relatif bebas adalah Bentian, Linggang Bigung, dan Barong Tongkok. Sekolah yang diliburkan antara lain Sekolah Dasar Negeri (SDN) 001 dan 002 Melak. Murid SDN 013 Barong Tongkok dan Sekolah Menengah Pertama Negeri 02 Sendawar masih sekolah. Menurut Didik, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Kutai Barat tahun 2006 menganggarkan Rp 7,5 miliar untuk bencana banjir, kebakaran, dan tanah longsor. Bantuan tenda, sembako, dan obat-obatan diharapkan dari Pemprov Kaltim dan pemerintah pusat. "Kondisi diperkirakan semakin parah dan kompleks, kami butuh dukungan," katanya. Antisipasi penyakit Akibat banjir dari meluapnya Sungai Barito selama sekitar dua pekan, Pemkab Murung Raya dan Barito Utara, Kalimantan Tengah, kini mengantisipasi munculnya penyakit kulit dan muntaber di lokasi banjir. "Beberapa hari terakhir banjir surut, tapi beberapa tempat masih terendam, khususnya di tepian bantaran Sungai Barito," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Murung Raya Syahrial kemarin. Noor, seorang warga, menuturkan, banjir di Murung Raya masih menggenangi daerah rendah, seperti di Beriwit dan Desa Juking Pajang, Kecamatan Murung, Murung Raya. Banjir di Beriwit saat ini tingginya rata-rata 30 sentimeter. Di Juking Pajang ketinggian banjir sekitar satu meter karena lokasinya lebih rendah. Etho, warga Muara Teweh, Barito Utara, menuturkan, meski beberapa waktu lalu surut, air luapan Sungai Barito kembali menggenangi wilayah rendah. Tinggi genangan saat ini rata-rata sekitar 50 sentimeter. Direktur Mitra Lingkungan Hidup Kalteng Itan menuturkan, banjir yang belakangan melanda kabupaten-kabupaten di Daerah Aliran Sungai Barito merupakan indikasi kritisnya kawasan tangkapan air di jalur Pegunungan Schwaner dan Muller di Kalteng, yang mencakup hutan-hutan di dataran tinggi Murung Raya dan Barito Utara. (BRO/CAS) Post Date : 28 April 2006 |