PALEMBANG– Sedikitnya 100 warga yang tergabung dalam 20 kepala keluarga (KK) di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sukawinatan kesulitan air bersih.
Untuk memenuhi kebutuhan akan air sehari-hari, mereka terpaksa membuat sumur yang berdekatan dengan lokasi TPA. Akibatnya, airnya sumurnya keruh kecokelatan ditambah terdapat minyak sisa limbah TPA. Informasi yang berhasil dihimpun SINDOmenyebutkan, air sumur ini kerap digunakan warga untuk mandi dan keperluan lain, meskipun tidak digunakan untuk masak dan minum. Sebab, untuk masak dan minum mereka menggunakan air galon.
Meskipun demikian, kondisi kesehatan warga yang tinggal di TPA ini sangat rentan terserang penyakit seperti diare dan gatal-gatal. Karena secara tidak langsung, pada saat mandi air tersebut ada yang masuk ke mulut. Apalagi, tempat tinggal warga yang umumnya para pemulung ini sangat tidak layak. Sampah dan limbah TPA bertebaran di tempat tinggal mereka. Tampaknya, kondisi ini sudah menjadi kebiasaan bagi warga datangan ini. Mereka berharap air bersih yang terpusat di satu titik diadakan di lokasi tersebut. Dengan begitu,meskipun mereka selalu bergelut dengan kotoran, untuk hidup lebih baik dapat mereka rasakan, yakni dengan adanya air bersih. “Sudah tiga tahun kami tinggal di sini.
Awalnya kami gatal-gatal,tapi karena sering mungkin sudah kebal. Biasanya untuk mandi dan mencuci kami menggunakan air sumur yang kami gali sendiri.Airnya keruh dan terkadang butek. Tetapi,mau bagaimana lagi di sini tidak ada air bersih. Jadi, terserahlah mau terserang penyakit atau tidak yang penting kami bisa mandi,” ungap Eferi, 26, salah seorang warga yang juga pemulung di TPA Sukawinatan,kemarin. Hampir semua warga di kawasan ini menggunakan air sumur yang dibuat di pinggiran TPA Sukawinatan. Jaraknya hanya beberapa puluh meter saja dari gunungan sampah. Bahkan,ada yang jaraknya sangat dekat yakni kurang dari 10 meter. Jika hujan, limbah cair dari tumpukan sampah mengalir di tanah tempat tinggal para pemulung.
Otomatis, limbah ini juga terserap dan mencemari sumur-sumur warga,walaupun secara tidak langsung terurai oleh tanah. Akan tetapi, jika air tersebut digunakan terus menerus tentunya akan membuat dampak yang tidak baik bagi kesehatan warga dalam jangka panjang. “Kami sangat mengharapkan air bersih di sini. Jika tidak dapat dialiri satu persatu kami bersedia mengumpulkan dana untuk memasang di satu titik saja. Nantinya, tempat tersebut dibuat seperti pemandian umum yang lengkap dengan WC. Akan tetapi, kalau seperti ini kami selalu menggunakan air sumur dan minum air galon,”harapnya. Senada diungkapkan Medan, 39.
Menurutnya, umumnya masyarakat di TPA Su-kawinatan tersebut berprofesi sebagai pemulung.Akan tetapi, warganya tidak tetap karena selalu bertukar. Sebab, banyak warga pendatang yang mengais rezeki untuk mengambil sampah dan selanjutnya dijual. “Di sini warganya tidak tetap, selalu bertukar. Ada yang keluar dan ada yang masuk. Mereka tinggal di lokasi tersebut menyewa tanah sebulan Rp50.000 kepada pemilik tanah. Sementara bangunan membangun sendiri,” ungkapnya. Umumnya, bangunan di TPA Sukawinatan tidak layak huni bagi warga atau pemulung. Selain kumuh dan jorok, lokasi tempat tinggal mereka tersebut sangat dekat dengan TPA. Di mana, setiap hari mereka harus menghirup bau tidak sedap dari tumpukan sampah.
Apalagi, limbah dari TPA juga kerap mengalir ke pekarangan warga. Menanggapi kondisi ini, Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palembang Anton Suwindro mengatakan, memang jika warga menggunakan air yang tidak layak sangat rentan terhadap penyakit seperti gatal-gatal dan diare. Akan tetapi,untuk memastikan kondisi ini, pihaknya akan melakukan pengecekan terhadap kelayakan dan tingkat kekeruhan air yang digunakan warga. “Kita akan cek kualitas air yang digunakan warga tersebut.
Kita harapkan warga yang ada dapat menggunakan air yang kualitasnya baik.Jangan sampai mereka terancam terserang penyakit karena menggunakan air yang tidak layak,”tukas dia. yayan darwansah
Post Date : 24 Maret 2011
|