|
Sudah lebih dari 20 kali, warga Kampung Cilimus, Desa Batujajar Timur, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung; dan Kampung Pojok, Kelurahan Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat, berunjuk rasa. Mereka menolak keberadaan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di kampung mereka. Namun, suara rakyat itu tak mendapat tanggapan dari para wakil rakyat di DPRD Kota Cimahi. Pembuangan sampah yang kemudian dinamai TPA Cireundeu yang berdiri sejak 1980 itu tetap dioperasikan. Warga tak bisa berbuat banyak. Kata Ahmad (50 tahun), tokoh masyarakat setempat, pada 1991 TPA longsor menimbun 12 rumah, tanpa korban jiwa. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung mengklaim sejak 2002, pihaknya melimpahkan pengelolaan TPA Cireundeu kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi. Sementara, pihak yang memanfaatkan TPA itu adalah Pemkot Cimahi, Pemkab Bandung, dan Pemkot Bandung. Sekitar 4.000 meter kubik sampah setiap hari di buang ke situ. Kemarin, keberadaan TPA Cireundeu kembali membawa bencana. Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Agus Yasmin, menganggap ada yang salah dalam pengelolaan TPA Cireundeu. ''TPA itu tidak dilengkapi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal),'' katanya. Secara tidak langsung pernyataan ini mengarahkan tuduhan kesalahan kepada Pemkot Cimahi. Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija, mengaku sudah berencana membuat benteng pelindung TPA sepanjang 20 kilometer. Namun karena dananya terbatas, maka rencana itu pun tersendat. Biaya yang diperlukan seluruhnya Rp 7 miliar. Dengan kondisi seperti itu, dia pun mengharap agar pengelolaan TPA tak sepenuhnya dilimpahkan ke Pemkot Cimahi, karena pengguna TPA berasal dari tiga wilayah. ( san ) Post Date : 22 Februari 2005 |