|
Musim kemarau menyebabkan ketersediaan air bersih pada permukaan tanah di Jawa Barat berkurang drastis. Berbagai cara dilakukan masyarakat untuk mendapatkan air, di antaranya menampung rembesan air tanah. Kondisi itu setidaknya terlihat di RT 3 RW 5 Kel. Sindangjaya Kec. Mandalajati, Kota Bandung. Akibat kekurangan air bersih, warga ramai-ramai menggunakan air yang ditampung dari rembesan tanah untuk dialirkan ke MCK. Untuk mandi, ya pakai air rembesan yang ada di MCK, karena enggak ada lagi sumber air selain itu, kata Usep (45), Senin (30/7). MCK seluas 6 m2 itu terdiri dari satu bak penampungan dan tiga kamar mandi. Sumber air untuk mengisi bak berasal dari lubang yang diakui warga sebagai sumber mata air dan air disalurkan melalui pipa sepanjang 3 m. Air yang ditampung di bak penampungan cukup bening, meski sedikit berbau. Ratusan kepala keluarga (KK) dari RW 5 dan RW 6 menggunakan fasilitas MCK itu walaupun mereka harus berebut air sejak pukul 3.00 WIB. Ketua RT 3, Sugeng menyebutkan, setiap musim kemarau warga selalu kesulitan air dan terpaksa memanfaatkan air rembesan tanah. Agar semua mendapat jatah air, tiap keluarga dibatasi hanya mendapat satu ember saja karena keterbatasan air di bak penampungan, ujarnya. Meski sumber air diragukan sanitasinya, sampai saat ini belum ada masyarakat yang mengeluhkan terkena penyakit. Tapi, ada juga sih yang mengeluh gatal-gatal. Berbagai penyakit yang diakibatkan konsumsi air itu memang mengintai masyarakat sekitar. Di antaranya diare, gatal-gatal, dan sakit mata. Menurut Kepala Subdin Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar, Udeng Daman, ketersediaan air bersih pada musim kemarau memang berkurang drastis. Namun, air untuk kepentingan sehari-hari harus bersih dan bebas bakteri E. Coli. Jadi, belum tentu yang jernih itu bebas dari kuman dan penyakit, kata Udeng di ruang kerjanya, Jln. Ternate, Bandung Senin (30/7). (Ririn NF/PR) Post Date : 31 Juli 2007 |