BEKASI, (PR).- Warga Kampung Serang, Desa Tamanrahayu, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi mengeluhkan pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantargebang, Kota Bekasi. Beberapa waktu lalu, mereka sempat berunjuk rasa kepada pengelola TPA, tetapi tidak ditanggapi.
Ketua RW 06, Desa Tamanrahayu, Domad saat ditemui, Kamis (2/9) mengatakan, bentuk pencemarannya berbagai macam mulai dari sampah yang tumpah ke jalan, bau yang tidak sedap, hingga lalat-lalat hijau yang menyerang warga karena keberadaan sampah tersebut.
"Kami sudah sering mengeluhkannya bahkan sampai melakukan unjuk rasa, tetapi tidak ada perhatian dari pengelola TPA Bantargebang. Warga justru sering diintimidasi agar meredam protesnya," ucapnya.
Ia mengatakan, kondisi serupa terjadi di Desa Tamanrahayu yang berbatasan langsung dengan TPA Bantargebang. Desa itu juga kerap diganggu oleh pencemaran limbah air TPA Bantargebang. Air tanah warga menjadi kuning dan berbau. Polusi udara yang menyengat. "Jarak rumah warga dengan TPA Bantargebang hanya 200 meter," tuturnya.
Domad mengakui, kompensasi pengadaan air bersih memang sudah diberikan pengelola TPA Bantargebang. Akan tetapi, manfaatnya tak bisa dinikmati secara optimal oleh warga. "Persediaan air itu tidak bisa dinikmati semua warga lantaran pipa penyalurnya hanya 60 meter dan hanya ada dua tempat penampungan air," ujarnya.
Sementara itu, Kades Tamanrahayu Abdul Wahid mengaku pihaknya kerap mendapat keluhan warganya. Ia menjelaskan, yang harus dilakukan saat ini adalah dorongan dari Pemkab Bekasi untuk berbicara dengan pengelola TPA Bantargebang dan pemerintah DKI Jakarta yang berkepentingan membuang sampahnya di TPA Bantargebang.
Kepala Dinas Kebersihan Kab. Bekasi, Jamaludin mengakui, pihaknya sulit menyelesaikan hal ini secara teknis karena TPA Bantargebang berada di wilayah administrasi Kota Bekasi. "Tetapi, kami sudah layangkan surat protes kepada pengelola TPA Bantargebang dan hingga kini belum ada tanggapan," ucapnya. (A-186)
Post Date : 03 September 2010
|