|
Boyolali, Kompas - Pada musim kemarau ini masyarakat di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, kesulitan memperoleh air bersih. Debit air dari sumber di lereng Gunung Merbabu ataupun Merapi terus menurun. Sekitar empat tahun lalu hanya ada satu desa, yakni Desa Lencah, yang mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Saat ini kondisinya hampir merata di 10 desa yang ada di wilayah tersebut. Staf Kecamatan Selo, Mulyanto, Rabu (15/8), menuturkan, warga biasa mendapatkan air bersih dari dua sumber di lereng Merbabu, yakni tuk (sumber air) Babon dan Salam. Air dari sumber air Babon mengaliri empat desa, sedangkan dua desa mendapatkan air dari sumber air Salam. Di lereng Merapi ada satu sumber air, Muncar, yang mengalir ke beberapa wilayah di Kecamatan Selo, termasuk Desa Samiran yang menjadi desa terakhir jalur pendakian ke puncak Merapi dari arah utara. Ironisnya, kata Mulyanto kepada tim Kompas yang melakukan pendakian ke puncak Merapi melalui Selo, sumber air di Merbabu yang selama ini menyuplai lebih banyak warga mengalami penurunan debit akibat penebangan hutan yang marak sejak tahun 2000-an lalu. "Sumber di Merbabu menjadi penyedia utama air bersih. Jumlah warga yang memanfaatkan air tersebut lebih banyak dibanding dari sumber di lereng Merapi dengan perbandingan 80:20," kata Mulyanto. Perpipaan Untuk mengurangi derita warga, kata Mulyanto, pihak kecamatan akan minta bantuan perpipaan ke provinsi. Pipa itu dipakai untuk mengalirkan air dari sumber Muncar di lereng Merapi ke Desa Samiran (7 kilometer). Satu bulan lalu masyarakat Samiran berusaha mencari sumber baru yang bisa dimanfaatkan. Upaya tersebut membuahkan hasil dengan ditemukannya sumber baru yang airnya telah ditampung di sebuah wadah, dan saat ini tinggal menunggu untuk dialirkan ke rumah-rumah warga. Selain untuk memenuhi kebutuhan warga sehari-hari seperti memasak dan mandi, air bersih dari sumber-sumber itu juga digunakan untuk air minum bagi ternak mereka. "Warga di sini mandi cuma sekali. Kalau mandi dua kali, bisa-bisa hewan ternak enggak bisa minum," ujar Mulyanto. Selain sebagai daerah tujuan wisata, Kecamatan Selo juga dikenal dengan peternakan sapinya. Pada tahun 2006 ada 1.912 sapi perah, 4.283 sapi biasa, dan 20.402 ayam, yang dipelihara warga di wilayah ini. Sudarman (40), warga Dusun Ngaglik, Desa Samiran, Kecamatan Selo, menuturkan, pada musim kemarau sumber air Muncar yang mengalir dari Lereng Merapi selalu menurun debitnya. Akibatnya, aliran air bagi warga yang tinggal agak jauh dari sumber air tersebut makin terbatas. "Kalau sudah seperti itu, biasanya kami ngangung ke atas," kata Sudarman. (WER/HAN) Post Date : 16 Agustus 2007 |