|
BAA, Kompas - Meskipun puncak kemarau baru terjadi September hingga Oktober nanti, tetapi dampaknya sudah terasa di wilayah Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Sumur yang menjadi sumber air bersih bagi mayoritas warga banyak yang mengering. Permasalahannya itu terekam ketika Kompas mengunjungi desa-desa di Baa, Rote Tengah, Rote Barat Laut dan Rote Barat Daya antara Senin hingga Selasa (9/8). Dampak kemarau itu paling awal ditandai mengeringnya hamparan ilalang atau sabana di seantero pulau. Hanya gamalina, dan kesambi yang tumbuh sporadis tampak masih hijau, selain rimbunan lontar dan kelapa. Sumur milik Jony Moi, warga Desa Oehandi, Rote Barat Daya, yang terletak di samping rumahnya, sedalam 10 meter kering. Di dasar sumur yang kering sejak Juli itu berserakan sampah berupa kaleng bekas minuman . Kenyataan yang sama dialami puluhan warga lain di Desa Oehandi. Sumur milik Kepala Desa Oehandi, Paulus Suki, sedalam 12 meter juga mengering sejak akhir Juli. Airnya sudah menyurut pertengahan Juni, kata Paulus. Tidak hanya warga Oehandi, tetapi penduduk Desa Meawing, Oebou, dan Oebafok di Rote Barat Daya juga krisis air. Demikian juga warga Desa Oebatu di Rote Barat Laut, atau desa-desa di Ba'a, dan Rote Tengah. Wakil Bupati Rote Ndao, Bernard Pelle mengaku hampir setiap rumah penduduk Rote Ndao yang dihuni sekitar 104.000 jiwa sumurnya selalu kering pada musim kemarau. Air ledeng yang dikelola PDAM bekerjasama dengan Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah atau Dinas Pekerjaan Umum hanya melayani penduduk Baa dan terbatas. Sementara ribuan hektar sawah di tujuh desa yang meliputi tiga kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara juga sudah mengalami kekeringan. Ini justru terjadi akibat proyek pengendalian banjir yang mengeruk dasar Sungai Belumai. (bil/CAL) Post Date : 10 Agustus 2005 |