|
Jakarta, kompas - Pengerukan lahan untuk proyek Banjir Kanal Timur yang melintasi permukiman warga RT 02 dan 03 RW 06 Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, diprotes. Puluhan warga yang masih bertahan karena tak setuju dengan harga ganti rugi satu kali nilai jual obyek pajak mengeluhkan debu dan kebisingan. Sejumlah pemilik lahan yang terkena proyek Banjir Kanal Timur (BKT) mengeluhkan masuknya alat berat dan puluhan truk tronton untuk mengangkut tanah merah pukul 16.00-04.00 sejak dua minggu belakangan ini. Mereka menyesalkan pengerukan lahan yang tidak mempertimbangkan dampaknya kepada warga. Kontraktornya itu justru lebih mendahulukan pengerukan tanah untuk dijual kepada perorangan, sementara tumpukan sampah bekas bangunan yang dibongkar dan batu-batu dibiarkan meninggi di depan rumah saya. Belum lagi saluran air yang jadi jelek karena tertimbun tanah, keluh Tobari, warga RT 02 yang rumahnya berada di pinggir tanah BKT yang sedang digali, Senin (5/12). M Sirait, warga lainnya, mengatakan, warga tidak diberi tahu mengenai pengerukan lahan BKT itu. Padahal, di wilayah itu masih banyak warga yang bertahan karena tidak bisa menerima ganti rugi yang hanya satu kali nilai jual obyek pajak (NJOP) yang besarnya sekitar Rp 800.000 per meter persegi. Menurut Sirait, warga sepakat untuk menuntut dana kompensasi kebisingan kepada pimpinan proyek BKT. Kami minta ganti rugi yang wajar karena sudah dirugikan. Kami bertahan di sini karena pemerintah yang tidak peduli dengan nasib warga, katanya. Dalam suratnya, warga mengeluhkan adanya tumpukan sampah yang tidak segera diangkut, tidur menjadi terganggu karena aktivitas penggalian yang berlangsung hingga pagi hari, beberapa bangunan warga ada yang retak, dan warga terpaksa menghirup debu yang mengganggu kesehatan. Penggalian lahan BKT yang mulai dilakukan di sekitar permukiman warga yang masih banyak tidak setuju menerima ganti rugi satu kali NJOP itu dituding sebagai upaya mengintimidasi warga. Namun, sejumlah warga mengatakan tetap akan bertahan meskipun nantinya mereka terkepung di tengah galian yang dalamnya mencapai sembilan meter. Tidak bermasalah Pitoyo Subandrio, Pimpinan Proyek BKT pada Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, Departemen Pekerjaan Umum, mengatakan, pengerukan hanya dilakukan pada lahan yang sudah tidak bermasalah. Penggalian terpaksa dilakukan terpencar-pencar di lahan yang sudah diberi ganti rugi. Sampai saat ini pengerjaan fisik BKT baru sepanjang 5,5 kilometer dari total panjang 23,575 kilometer. Saya belum menerima keluhan warga soal penggalian BKT di Cipinang Besar Selatan. Kami selalu berusaha merangkul warga dalam mengerjakan proyek, kata Pitoyo. Wali Kota Jakarta Timur Koesnan A Halim menegaskan, pihaknya tidak pernah memaksa warga untuk melepas tanahnya. Penggalian yang dilakukan di sekitar permukiman warga yang menolak ganti rugi satu kali NJOP itu tidak dilakukan untuk mengintimidasi warga. Yang dikerjakan Departemen Pekerjaan Umum itu kan tanah pemerintah. Warga seharusnya sudah tahu konsekuensinya jika tetap bertahan. Pembebasan lahan dan pengerjaan fisik BKT ini kan harus berjalan sesuai jadwal yang sudah ditentukan, ungkapnya.ESTER LINCE NAPITUPULU Post Date : 06 Desember 2005 |