|
SAMIDRI, 55, bergegas masuk dapur rumahnya yang terbuat dari kayu berukuran tidak lebih dari 3x5 meter. Rumah tersebut berada di atas rawa di Desa Paminggir, Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Tidak lama berselang, Samidri kembali ke ruang tamu sambil menyuguhkan beberapa gelas minuman berwarna cokelat kehitaman mirip kopi. Kepada tamunya, Samidri mengatakan minuman yang disuguhkan bukanlah kopi, melainkan air masak yang dia ambil dari air rawa di bawah rumahnya. Tamu Samidri yang bukan berasal dari Kabupaten Hulu Sungai, tentu tidak akan mau meminum air suguhan tuan rumah. Namun, bagi warga Desa Paminggir, meminum air berwarna hitam pekat yang berasal dari rawa merupakan hal biasa. Mereka sejak puluhan tahun memang belum bisa menikmati air bersih. Warga yang sebagian besar hidup dalam kesederhanaan itu tidak mampu membeli air bersih dengan harga mahal yang didatangkan dari pusat kota kecamatan. Belasan ribu warga di pedalaman kawasan rawa Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan (Kalsel), memang memimpinkan suatu saat daerahnya bisa tersedia air bersih. Sudah lama warga di pedalaman rawa Hulu Sungai Utara mengandalkan air rawa yang berwarna hitam pekat untuk keperluan sehari-hari. Ada 23 desa di Kecamatan Danau Panggang dengan 26.204 jiwa yang masih mengandalkan air rawa untuk keperluan sehari-hari. Hampir separuh dari desa-desa itu berada di kawasan hamparan rawa monoton. Penduduk setempat sebagian besar merupakan petani ikan keramba, nelayan rawa, dan peternak kerbau rawa. Populasi kerbau rawa di pedalaman rawa Hulu Sungai Utara yang dapat dicapai dalam waktu satu setengah jam dengan menggunakan speed boat dari daratan ini, mencapai lebih dari 8.000 ekor. Menurut Samidri yang menjabat Kepala Desa Paminggir, sudah sejak lama warga desanya mengeluhkan ketiadaan air bersih. Paminggir merupakan desa paling ujung di pedalaman rawa Hulu Sungai Utara, berjarak sekitar 31 kilometer dari daratan. "Sudah sejak lama warga mendambakan dapat menikmati air bersih seperti warga daerah lainnya," katanya. Selain air bersih, warga pedalaman rawa sangat mengharapkan adanya sarana transportasi penghubung berupa jembatan kayu atau titian antardesa. Selama ini desa-desa di pedalaman rawa seolah terisolasi dan hanya mengandalkan transportasi menggunakan perahu motor. Kehidupan warga di desa-desa tertinggal di kawasan rawa Hulu Sungai Utara, seperti Desa Paminggir dan Sapala, tergolong warga miskin dan tertinggal. Kondisi ini diperburuk dengan bencana banjir yang menyebabkan kerusakan parah infrastruktur desa. Banjir hebat akibat naiknya permukaan air yang melanda wilayah rawa di Hulu Sungai Utara pada awal 2005, telah merusak sebagian besar infrastruktur desa berupa jalan, permukiman warga, dan sarana umum seperti masjid dan sekolah. Termasuk pula, pertanian ikan keramba. Hal utama yang diinginkan warga pedalaman rawa adalah adanya penyediaan air bersih dari pemerintah daerah, serta pembangunan kembali sarana umum yang rusak akibat banjir seperti masjid, sekolah, dan jalan desa. Jalan desa di kawasan rawa ini merupakan jalan utama desa yang dibangun dengan menguruk rawa dengan pasir dan tanah yang dibeli dari daratan. Namun, akibat terendam banjir selama lebih dari dua bulan, sebagian besar jalan desa mengalami kerusakan parah. Dengan rencana kucuran dana dari Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM), warga pedalaman berharap adanya perbaikan kehidupan mereka. Wakil Bupati Hulu Sungai Utara Muhammad Welni mengemukakan, dana PKPS BBM bagi pembangunan infrastruktur desa ini sangat diharapkan untuk membangun sejumlah prasarana desa yang rusak akibat banjir. Bencana banjir yang terjadi tiga kali terhitung sejak akhir 2004 hingga awal 2005 menimbulkan kerusakan infrastruktur, dengan nilai kerugian mencapai lebih dari Rp44 Miliar. "Dana PKPS-BBM senilai Rp250 juta tiap desa sangat membantu program pemerintah daerah dalam pembangunan karena pemerintah daerah dananya terbatas," ujarnya. Denny Susanto/N-2 Post Date : 04 Agustus 2005 |