Serang, Kompas - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Serang memperkirakan, puncak kemarau untuk daerah Banten terjadi pada Agustus-September. Kemarau membuat warga di sepanjang pantai utara Banten terpaksa menggali sungai kering untuk mendapatkan air.
Seperti diungkapkan pengamat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Serang, Eko Widiantoro, Selasa (25/8), pengaruh musim kemarau lebih terasa di daerah Banten utara, dari Cilegon, Serang, hingga Tangerang. Pasalnya, kecil kemungkinan adanya hujan di daerah utara.
Namun, di daerah Pandeglang dan Lebak, peluang hujan masih ada meski sudah memasuki puncak kemarau. Berdasarkan pantauan, hujan dengan intensitas sedang sempat terjadi di Pandeglang pada hari Minggu lalu.
Menurut Eko, hujan berpeluang turun di daerah selatan Banten lantaran kondisi topografi daerah yang berbukit-bukit.
Sementara suhu udara tertinggi diperkirakan antara 32-33 derajat Celsius. Suhu udara rendah diperkirakan antara 22-23 derajat Celsius.
Gali sungai
Kemarau panjang mengakibatkan sebagian besar saluran air atau sungai-sungai kecil di sepanjang pantai utara (pantura) Serang, terutama Pontang, Tirtayasa, dan Tanara, mengering. Warga sudah mulai menggali sungai kering untuk mendapatkan air. Lubang-lubang galian di antaranya terlihat di saluran irigasi di sepanjang Jalan Cincin Utara, dari Pontang hingga Tirtayasa.
Air dari lubang galian itulah yang dimanfaatkan warga untuk mandi, mencuci pakaian, alat makan, dan memasak. Bahkan, ada pula warga yang memanfaatkan air galian untuk memasak dan minum, setelah diendapkan semalaman.
Galian serupa juga terlihat di saluran irigasi yang melintasi Desa Wanayasa hingga Domas, Kecamatan Pontang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, warga di dua desa itu terpaksa menggali sungai kering untuk memperoleh air.
”Airnya adem (tidak berasa). Bisa untuk mandi dan cuci-cuci. Ada juga yang dipakai masak, tetapi airnya harus didiamkan dulu semalam,” tutur Asnah, warga Wanayasa.
Kondisi berbeda dialami warga di Desa Pontang. Mereka terpaksa menggunakan sisa air yang sudah tidak mengalir untuk mencuci dan mandi. Padahal, air yang tersisa sudah berwarna hijau kehitaman, keruh, dan kotor.
Warga terpaksa menggunakan air kotor karena tidak memiliki sumber air lainnya. Semenjak kemarau, air yang keluar dari sumur-sumur warga berasa asin. ”Kalau buat nyuci, enggak akan bersih karena airnya asin,” tutur Murni, warga Pontang. (NTA)
Post Date : 26 Agustus 2009
|