|
KUNINGAN, (PR). Warga Desa Paninggaran Kecamatan Darma Kabupaten Kuningan saat ini mengalami kesulitan air bersih. Untuk keperluan sehari-hari meraka terpaksa mengambil air dari Waduk Darma yang jaraknya sekira 1 Km, sementara bagi yang punya uang berani membeli air dengan harga antara Rp 30.000,00 - Rp 40.000,00 untuk setiap mobil Colt bak terbuka yang terdiri dari puluhan jerigen. Sarana ibadah berupa sebuah masjid dan tiga buah musala di Blok Kebon Jero dan Cikulon RT 02 RW 01 saja saat kemarau tidak ada air untuk keperluan wudhu apalagi untuk mandi cuci dan kakus (MCK). Belum lagi di sejumlah blok lainnya yang ada di wilayah desa tersebut. Namun, Pemkab Kuningan hingga saat ini belum juga membuatkan sarana untuk keperluan air bersih. "Kesulitan air tersebut sebetulnya sudah lama, terutama saat memasuki musim kemarau. Kalau mereka yang punya duit itu berani membeli antara tiga puluh hingga empat puluh ribu untuk setiap Colt-nya. Sementara yang lain untuk keperluan sehari-hari ambil dari waduk Darma yang jaraknya sekitar satu kilometer," kata Nadin, salah seorang warga Blok Kebon Jero, Selasa (26/9). Diungkapkan, mereka yang punya uang pun, kini kewalahan jika tiap hari harus membeli air. Artinya, drop air dengan mobil Colt tersebut bukanlah solusi terbaik. Apalagi, bagi masyarakat miskin, yang jelas-jelas tidak akan mampu membeli air. Ketimbang untuk membeli air, uang yang ada lebih baik untuk keperluan lainnya yang lebih mendesak. Saya akan membelanjkan uang yang ada untuk beli beras. Kalau untuk air lebih baik mengambil ke waduk (Darma, -red.) saja, kata Asep, penduduk setempat. Menurut Nadin, masyarakat sebenarnya sangat mengharapkan adanya sarana air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga tidak usah mengambil dari waduk yang jaraknya lumayan jauh, bahkan ada yang terpaksa membeli. Tak heran jika pada saat ada yang melakukan survei, apalagi dari dewan, warga seolah-olah sudah menganggapnya bakal terealisasi saja. "Karenanya warga sangat berharap, ketika ada survei di sini menganggapnya sudah jadi saja. Namun, kenyataannya sampai sekarang, sarana yang diharapkan itu belum ada," katanya. Sumur gali Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (SDAP) Kab. Kuningan, Ir. Abdul Khodir, menanggapi keinginan warga tersebut mengakui, sebetulnya sudah memprogramkan untuk pengadaan air bersih di desa tersebut dengan membuat sumur gali. Selanjutnya dilengkapi pompa dan menara untuk menyalurkannya ke rumah-rumah warga. Namun, itu sangat tergantung dari Pemkab Kuningan, karena anggarannya yang mencapai sekitar 300 juta itu mengandalkan dari APBD Kab. Kuningan. "Saya pun turut prihatin saja, karena di sana ada juga sebuah masjid yang sudah puluhan tahun tidak tersedia air bersih," kata Abdul Khodir di kantornya, Selasa (26/9). Menyinggung warga Desa Calingcing dan Desa Cileuya Kecamatan Cimahi yang saat ini juga mengalami kesulitan air bersih, Abdul Khodir mengaku telah memikirkannya. Namun, dalam penyusunan program telah dibuat mana yang masuk skala prioritas dan yang bukan. Terkait dengan pengadaan air bersih dari sumur bawah tanah yang sumber dananya dari bantuan keuangan kabupaten/kota APBD Provinsi Jabar untuk di Desa/Kecamatan Cimahi dan Desa Gewok Kecamatan Garawangi, Kadis SDAP menyatakan, sudah sejak beberapa minggu lalu, air tersebut sudah dimanfaatkan sebagian warga setempat. Di Desa Cimahi sebanyak 300 KK dan Desa Gewok sebanyak 350 KK diharapkan bisa memberdayakan keberadaan air tersebut. Disebutkan, pembangunan sumur bawah tanah di dua titik lokasi, dilengkapi sistem pompa dan dibuat menara yang menghabiskan dana bantuan keuangan APBD Provinsi sekira Rp 500 juta tersebut, awalnya merupakan pengajuan dari desa dan kecamatan setempat. Lagi pula, kedua desa tersebut merupakan daerah yang sulit air. Sementara itu Camat Cimahi, Indra Purwantoro mengatakan, dari dulu masyarakat sangat membutuhkan sarana air bersih tersebut, apalagi pada saat kemarau. Karena persediaan air sebetulnya ada, tetapi tidak mencukupi. Camat berharap kalau bisa jangan hanya air bersih tetapi minta diberikan pula air untuk irigasi. Sebab, dari luas areal sawah 1.329 hektare hanya 300 hektare saja yang mendapatkan air dari irigasi perdesaan, sedangkan sisanya merupakan sawah tadah hujan. Menurut Indra, penduduk setempat banyak yang berprofesi sebagai petani. Namun, sekarang mereka banyak yang menganggur karena lahannya tidak bisa digarap akibat kekeringan. Dengan dibangunnya saluran irigasi, sawah milik masyarakat tidak kekurangn air lagi, walau di musim kemarau. Tidak seperti sekarang, banyak lahan yang tidak bisa ditanami padi, karena sulit memperoleh air, ujar camat. (A-146) Post Date : 27 September 2006 |