|
Jambi, Kompas - Masyarakat korban banjir yang tinggal di bantaran Sungai Batanghari terpaksa mandi dan mencuci dengan air yang bercampur limbah karet dan rumah tangga. Akibatnya, sebagian warga mulai mengeluh gatal-gatal. Pemantauan Kompas di Kampung Sejinjang, Kecamatan Jambi Timur, Kamis (27/12), terlihat sumur milik sebagian warga ikut kebanjiran air Sungai Batanghari. Padahal, air yang meluap telah bercampur dengan limbah pengolahan karet dari pabrik di sekitar permukiman. Pabrik-pabrik tersebut memang membuang sisa hasil pengolahannya di tepi-tepi jalan sekitar permukiman selama hampir setahun terakhir. Hal itu seiring munculnya larangan pemerintah setempat untuk membuang limbah karet ke sungai. Namun dampaknya, air yang menggenangi rumah warga tersebut menjadi berwarna hitam pekat dan berbau tidak enak. "Sebenarnya jijik juga melihat air sudah pekat dan bau, tetapi mau bagaimana lagi? Untuk mandi saja, tidak mungkin kami harus beli air kemasan," tutur Ida, warga Sejinjang. Dia sendiri saat ini selalu mengonsumsi air kemasan untuk minum sehari-hari. Ida mengaku tak mampu mengeluarkan uang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan air bersih untuk mandi dan mencuci. Dengan adanya luapan air Batanghari yang membanjiri sumur hingga airnya kotor dan bau, mau tak mau Ida tetap memanfaatkan air sumurnya. Tetapi dampaknya, hampir sepekan terakhir ini Ida mulai mengalami gatal-gatal. "Bagaimana kulit tidak rusak kalau airnya bercampur limbah pabrik, pekat, dan bau," ujarnya. Hal senada diutarakan Maimunah, warga setempat. Anak Maimunah, Mawar (4), saat ini juga mengalami gatal-gatal pada kulit dan flu akibat banjir yang terjadi belum lama ini. (ITA) Post Date : 28 Desember 2007 |