PAMEKASAN - Masyarakat Dusun Nangger Bugih, Kecamatan Kota, Pamekasan, mengalami krisis air bersih. Sumber air di dusun tersebut mengering. Akibatnya, warga harus membeli air untuk kebutuhan sehari-hari seharga Rp 80 ribu/tangki ke PDAM.
Minimnya air bersih tersebut bukannya tidak mendapat perhatian pemkab. Tapi, pengeboran air bersih berjalan alot. Pengeboran yang dimulai pada September tahun lalu hingga kini belum selesai. Bahkan, upaya pengeboran di lima titik berbeda tidak pernah membuahkan hasil.
Mohammad Rafi, warga setempat, menengarai terjadinya kekeliruan dalam pengeboran. Yaitu, jeda antara pengeboran dan pemasangan mesin pompa terlalu lama. Akibatnya, air cepat susut sebelum disedot.
Namun, keterangan warga tersebut dibantah pemilik CV. Pria yang bernama S. Yadi itu menyatakan, tidak keluarnya air disebabkan faktor alam. Sebab, pihaknya sudah menggunakan alat yang mampu mendeteksi kandungan air dalam bumi (geolistrik).
Lelaki yang juga tinggal di Nangger itu menjelaskan, pengeboran pertama dilakukan pada September dan Oktober 2008. Namun, air baru keluar pada pengeboran ketiga (Nopember 2008). Air yang keluar pun hanya bertahan 10 menit.
Karena itu, pihaknya memutuskan mengebor di tempat lain. Pengeboran keempat (April 2009) yang mencapai kedalaman 120 meter juga tidak menuai hasil. Akhirnya, pekerja mengebor di tempat lain (Mei 2009) dan belum sukses hingga kemarin.
Meski demikian, Yadi optimistis bahwa pengeboran kelima tersebut akan berhasil. Alasannya, tanda-tanda keluarnya air terlihat di kedalaman 110 meter. ''Saya rugi (karena mengebor sampai lima kali). Tapi, itu risiko," tuturnya.
Kepala Dinas PU Totok Hartono menyatakan, tidak ada dana tambahan bagi pemilik CV, meski pengeboran telah dilakukan beberapa kali. "Setiap pekerjaan ada konsekuensinya, termasuk ngebor berkali-kali," tegasnya. (c14/jpnn/end)
Post Date : 09 Juni 2009
|