|
BOGOR, (PR).-Sejumlah warga Desa Mekarjati dan Desa Nambo Kec. Kalapanunggal Kab. Bogor yang rumahnya berdekatan dengan lokasi pengolahan limbah industri Pradha Pamunah Limbah Industri (PPLI), mengaku resah menyusul terbakarnya gudang PPLI beberapa waktu lalu. "Sejak gudang PPLI terbakar, air di beberapa tempat telah berubah warna menjadi kebiru-biruan. Waktu gudang PPLI terbakar asapnya menebarkan debu berwana biru," tegas Ujang, salah seorang warga, dalam pertemuan Komisi C DPRD Kab. Bogor dengan manajemen PPLI, Rabu (17/3). Selain perwakilan warga yang didampingi kepala desanya masing-masing, pertemuan itu dihadiri pegawai Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Cipta Karya, dan Dinas Tata Ruang Kab. Bogor. Akibatnya, lanjut Ujang, warga tidak berani menggunakan air karena khawatir kesehatannya terganggu. Mereka tahu, limbah yang akan diolah PPLI bukan limbah biasa, melainkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Karena itu, warga meminta bantuan dewan agar mendesak pihak-pihak terkait untuk menelitinya. Sejumlah anggota Komisi C sontak kaget mendengar keluhan warga. Mereka juga turut khawatir, sebab dampak yang muncul akibat pencemaran bahan kimia bakal berlangsung lama. Karena itu, Komisi C menyarankan PPLI segera mengecek lingkungan sekitar. Salah seorang anggota Komisi C, Ir. Sumarli, meminta data mengenai jumlah, jenis dan karakter limbah yang akan diolah PPLI. Namun tanpa alasan yang jelas, permintaan tersebut tidak bisa dikabulkan pihak manajemen. "Saya kecewa dengan kinerja mereka. Bagaimana mungkin pabrik pengolahan limbah B3 satu-satunya di Indonesia ini tidak menyimpan data tersebut," tegasnya. Langgar PP Selain menerima keluhan warga, Komisi C juga menemukan adanya pelanggaran terhadap PP No. 18 tahun 1999 tentang pengolahan limbah B3. Menurut anggota Komisi C lainnya, Drs. Wawan Risdiawan, dalam PP itu disebutkan bahwa lokasi pabrik pengolahan limbah B3 harus bersih dari permukiman warga dalam radius 300 meter. Namun, ternyata masih ada sejumlah rumah yang berada dalam ruang lingkup pabrik atau berjarak tidak lebih dari 300 meter. "Saya tegaskan, pihak-pihak terkait harus membebaskan kawaan pabrik dari permukiman warga. Pihak pabrik juga harus menyediakan sarana pemeriksaan kesehatan bagi warga sekitar," tandas Wawan. Menanggapi keluhan warga dan ajuran dewan, pihak PPLI mengaku sanggup menanggung biaya perawatan kesehatan warga yang terganggu akibat terbakarnya gudang. Pihak PPLI juga mengaku telah memeriksa sampel air yang diduga tercemar. Hasilnya, kondisi air tersebut tidak membahayakan kesehatan. "Selain diteliti di laboratorium milik sendiri, sampel air dibawa pihak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga untuk diteliti. Namun hingga kini hasilnya belum kami peroleh," jelas Ahmad M. Farid, Commonity Relations Officer PPLI. Menyingggung pembebasan kawasan pabrik dari permukiman warga, manajemen PPLI tidak merasa berkewajiban melaksanakan hal itu. Sebab dalam PP tidak disebutkan siapa yang harus membebaskan lahan milik warga. Mungkin saja hal itu adalah wewenang pemerintah. Seperti diketahui, salah satu gudang PPLI di Jln. Raya Narogong-Citeureup Desa Nambo Kec. Klapanunggal Kab. Bogor, terbakar Rabu (9/3). Karena yang terbakar adalah bahan-bahan kimia, proses pemadaman api sempat memakan waktu berjam-jam. Padahal, mobil pemadam kebakaran yang dikerahkan mencapai 12 unit. Menurut keterangan, terbakarnya gudang PPLI terjadi sejak pukul 9.00 WIB, namun api baru bisa dipadamkan malam harinya. Selain menimbulkan kobaran api, kebakaran tersebut menimbulkan suara dentuman dan menimbulkan asap hitam pekat serta bau yang menyengat. Belakangan, debu asap tersebut diketahui mencemari sumber-sumber air milik warga. (A-106)*** Post Date : 18 Maret 2005 |