Warga Mulai Kesulitan Mendapatkan Air

Sumber:Kompas - 15 September 2011
Kategori:Air Minum

Jakarta, kompas - Musim kemarau diperkirakan berlangsung hingga Oktober. Sementara itu, sejumlah sungai di kawasan Jabodetabek sudah mengalami penurunan debit air. Akibatnya, banyak warga mulai kesulitan mendapatkan air bersih.

Permukaan air di Pintu Air 10 Sungai Cisadane menurun dari sebelumnya 12,5 meter menjadi 11,6 meter di atas permukaan laut. Berkurangnya debit air juga terjadi di dua instalasi air di Teluk Naga dan Solear, yaitu dari 100 liter per detik menjadi 96 liter per detik.

Berkurangnya debit air di dua instalasi milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kertaharja (TKR) Kabupaten itu berdampak pada pasokan air di tiga kecamatan, yakni Tigaraksa, Balaraja, dan Teluk Naga.

”Terpaksa kami harus membeli air curah sebanyak 60 liter per detik dari PDAM Tirta Multatuli, Kabupaten Lebak,” kata Kepala Bagian Pelayanan Masyarakat PDAM TKR Udin Safrudin, Rabu (14/9).

Berdasarkan hasil pengamatan Kompas, penurunan debit air ini mengakibatkan terbentuknya endapan lumpur yang menyerupai lapangan sepak bola.

Katulampa nol sentimeter

Kondisi Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa, Kota Bogor, Jawa Barat, bahkan sudah turun drastis hingga nol sentimeter, atau tidak ada air sama sekali. Akibatnya, air untuk irigasi ke Bogor, Depok, dan Jakarta untuk sawah seluas 344 hektar hanya 1.600 liter per detik. Padahal, pada titik terendah tahun 2007 masih 1.900 liter per detik.

”Ketinggian air sudah nol sentimeter di Bendung Katulampa sejak Juli,” kata M Awan, petugas Pintu Air Bendung Katulampa.

Bulan Juli-Agustus 2010, ketinggian air masih 20 sentimeter, atau debitnya 5.048 liter per detik.

Tinggi permukaan air Sungai Ciliwung di perbatasan Depok-Jakarta Selatan juga sudah turun sekitar 1 meter.

Kemarau berkepanjangan juga mengganggu pasokan Kali Cibeet di Kecamatan Bojongmangu, Kabupaten Bekasi, yang merosot dari 40 liter per detik menjadi 15 liter per detik. ”Produksi merosot sudah sebulan ini,” kata Endang Kurnaen dari Humas PDAM Tirta Baghasasi.

Pemadam kesulitan

Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kebutuhan air bersih warga, tetapi juga pada pemadam kebakaran.

Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Jakarta Utara Irwan mengatakan, sudah hampir sebulan petugas pemadam selalu kesulitan memperoleh air setiap memadamkan kebakaran.

”Kali di wilayah Jakarta Utara sekarang ini sudah semakin surut airnya dan tinggal lumpur,” katanya.

Ratusan korban kebakaran di Kelurahan Angke, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, juga masih mengandalkan air dari mobil tangki untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Air dari PDAM belum mengalir lagi pasca-kebakaran.

”Kami harus mengangkuti air dari mobil tangki di tepi jalan sana dengan ember-ember untuk masak, mandi, dan mencuci,” kata Mai, warga RT 02 RW 10, Kelurahan Angke.

Di kanal barat yang mengalir di dekat perkampungan korban kebakaran, debit air juga terlihat menyusut.

Belum terganggu

Kepala Humas PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang Ikhsan Sodikin menegaskan, meski debit air di Sungai Cisadane menurun, pelayanan air bersih kepada pelanggannya sebanyak 20.400 belum terganggu.

”Air yang masuk ke penampungan instalasi pengolahan air bersih masih mencapai 1,5 meter sampai 1,8 meter. Malah, air yang masuk ke penampungan tinggal 0,5 meter pun pasokan air ke pelanggan masih bisa terpenuhi,” kata Ikhsan.

Menurut Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Pitoyo Subandrio, dengan dasar hitungan penurunan debit air di Sungai Ciliwung maupun Cisadane, meskipun kemarau panjang, ketersediaan air masih mencukupi untuk air baku.

”Untuk keperluan irigasi, penurunan debit diatur dengan perubahan pola tanam, sedangkan untuk pasokan air baku ke Jakarta melalui saluran Tarum Barat dari Waduk Jatiluhur yang sampai saat ini masih memungkinkan untuk dipenuhi,” kata Pitoyo.

Menabung air

Untuk mengatasi kesulitan air bersih selama kemarau, Wali Kota Jakarta Utara Bambang Sugiyono mengatakan, sebagian besar warganya sangat bergantung pada pasokan air bersih PDAM karena air tanah sudah tercemar air laut.

Menurut Akhmad Faqih, Direktur Divisi Pemodelan Iklim pada Center for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific, Institut Pertanian Bogor, pemerintah harus menyusun antisipasi jangka panjang dengan mengkaji infrastruktur yang tersedia.

Pemerintah juga perlu memikirkan untuk ”menabung” air hujan di waduk ataupun di embung-embung untuk antisipasi musim kemarau lebih panjang.

”Musim kemarau tahun ini saya perkirakan tidak terjadi El Nino, tetapi ada kecenderungan Indian Ocean Dipole Mode Positif karena ada penurunan suhu muka laut di Jawa dan Sumatera. Dilihat dari kecenderungannya, Oktober baru akan mulai hujan di Sumatera dan Jawa,” tutur Akhmad Faqih. (NEL/MDN/FRO/COK/PIN/CAS)



Post Date : 15 September 2011