|
Jakarta, Kompas - Kehadiran lebih dari 61 usaha binatu atau laundry dry cleaning dan pencelupan blue jeans membuat warga Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, resah. Warga meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menertibkan usaha binatu tersebut. Selain sulit memperoleh air bersih dari sumur, masyarakat juga khawatir dengan limbahnya. Mereka khawatir limbah itu masuk kategori bahan berbahaya dan beracun. ”Pemerintah harus menutup usaha binatu ini. Dari dulu, sekitar lima tahun lalu, kami sudah tidak mendapat air bersih lagi,” kata Beno (47), warga RW 04. Beno sejak empat tahun terakhir tidak lagi menggunakan air sumur. ”Airnya tak ada lagi,” kata Beno yang bersama istrinya, Maemunah (45), terpaksa mengandalkan air PAM dan penjual air bersih keliling. Kalau air PAM tidak mengalir, mereka terpaksa membeli air di tukang air keliling dalam jumlah banyak. Setiap hari mereka menggunakan tambahan air bersih dua jeriken atau satu pikul dari tukang air keliling. Pada saat air PAM tidak lancar mengalir, mereka menggunakan air bersih dari tukang air 2-3 pikul atau 4-6 jeriken. Satu jeriken harganya Rp 1.750 atau tiga pikul Rp 10.500. Andalkan air PAM Lain lagi dengan Saipul (40), warga RW 02. Menurut dia, sumurnya masih ada air. Akan tetapi, volume air sudah berkurang dan airnya kotor, berwarna biru dan kehitaman, serta berbau. Menurut Saipul, empat tahun terakhir mereka tidak pernah lagi menggunakan air sumur. Mereka hanya mengandalkan air PAM dan air bersih yang dijual tukang air keliling. ”Kami berulang kali melaporkan kejadian ini kepada lurah dan ke Kantor Wali Kota, tetapi mereka tutup mata. Kami juga pernah ke DPRD DKI dan Pemprov DKI. Namun, sampai sekarang tidak ada tindakan apa-apa,” kata Saipul. (PIN) Post Date : 21 April 2008 |