|
Palembang, Kompas - Warga di Desa Sungai Rengit, Kecamatan Talang Kelapa, dan Desa Limbang Mulia, Kecamatan Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin, saat ini kekurangan air bersih. Masyarakat terpaksa mencari air bersih di sumber air yang masih mengalir atau membeli air ke daerah lain sejauh hingga 18 kilometer. Kawasan Sungai Rengit dan Limbang Mulia, Selasa (3/10) siang, terlihat kering kerontang. Tanah pertanian di dua desa itu hanya berupa lahan kosong yang retak-retak, dengan pepohonan dan semak belukar meranggas. Ratusan hektar rawa mengering dan meninggalkan rerumputan tipis. Sebagian perdu dan semak di bekas rawa itu menghitam, akibat dilalap api beberapa hari sebelumnya. Sumur yang banyak terdapat di pekarangan penduduk, sudah mengering sejak tiga bulan lalu. Sebenarnya Sungai Rengit yang mengalir di tengah perkampungan masih sedikit berair. Tetapi air itu asam, keruh, dan kotor. Masyarakat enggan meminum air dari sungai tersebut karena tidak enak, berbau, dan memiliki banyak endapan lumpur. Akan tetapi saat kepepet, air asam itu pun disaring untuk digunakan mandi atau mencuci. Hingga saat ini, masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih, terutama untuk minum. Sebagian dari mereka mencari air bersih yang lebih banyak di daerah Air Batu di dekat jalan lintas timur (jalintim) Sumatera, yang berjarak sekitar 18 kilometer dari Sungai Rengit. Air bersih di daerah itu dibeli seharga Rp 25.000 per drum isi 200 liter, atau Rp 3.500 per satu jeriken berisi 20 liter. Nadi (27), warga Limbang Mulia, mengaku biasa membawa motor untuk membeli dua jeriken air bersih. Air itu digunakan untuk minum bagi istri dan dua anaknya. "Setelah air habis dalam empat hari, saya kembali membeli air ke Air Batu. Kami tidak berani minum air sungai yang asin, asam, lengket, dan rasanya tidak enak," katanya. Antre Warga yang tidak memiliki penghasilan cukup, terpaksa mengandalkan sumber mata air yang disebut sumur jauh di Desa Sungai Rengit, yang menjadi satu-satunya sumber yang masih mengalirkan air bening. Namun, masyarakat harus bersabar saat mengambil air, karena harus antre dan menunggu air keluar sedikit demi sedikit. Mereka antre siang malam untuk menunggu air keluar dari sumber itu. "Warga terbiasa mencari air di sini. Sumur ini setiap hari dipenuhi ratusan orang siang dan malam. Kalau beli air, itu butuh banyak uang dan terlalu jauh," kata Solehan (60), warga Desa Sungai Rengit. Berharap bantuan Sebenarnya masyarakat cukup tersiksa dengan kekeringan yang melanda kawasan itu. Masyarakat tidak tahu, bagaimana caranya agar desa mereka tetap memiliki persediaan air cukup pada musim kemarau. Mereka berharap pemerintah mau membantu membuat bak besar penampung, dan memasok air bersih saat musim kering seperti sekarang. "Kalau kami harus menunggu air keluar sedikit-sedikit setiap hari, waktu kami habis hanya untuk mencari air. Kami tidak jadi pergi ke ladang, sehingga tentu saja penghasilan menurun," kata Siti Nurjannah (32), warga lain. (iam) Post Date : 04 Oktober 2006 |