Jakarta, Kompas - Buruknya pelayanan air bersih tidak hanya sebatas penelitian lembaga swadaya masyarakat. Sebagian masyarakat Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, mengalaminya sejak tahun 2003. Tak tahan, warga pun meminta bantuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
”Pada tahun 1990, air PAM mulai masuk ke Muara Baru. Saya senang sekali waktu itu karena airnya bersih dan mengalir lancar. Kemudian, pada tahun 2003, warga diberi tahu ada pergantian pihak yang melayani PAM di lingkungan kami. Sejak itu, air PAM kami tak pernah beres, keruh dan tak lancar,” kata Ny Sumail (45), warga RT 09 RW 017, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (22/1).
Sebelumnya, Kamis, Ny Sumail ditemani beberapa tetangganya, antara lain, Komariah (40) dari RT 01 RW 017 Muara Baru, mendatangi Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Para ibu rumah tangga itu ditemui Hamong Santono dari Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air, Patra M Zen dari YLBHI, dan Nila Ardhiane dari Amrta Institute. Profesor David Hall, peneliti pelayanan publik internasional dari Universitas Greenwich, Inggris, turut hadir dalam pertemuan itu.
Sumail mengisahkan, sejak air PAM tidak lagi lancar dan bersih, ia dan para tetangganya terpaksa harus membeli air bersih sendiri.
”Satu pikul Rp 2.000 kalau air lagi banyak, seperti musim hujan begini. Kalau lagi susah, bisa Rp 3.000-Rp 5.000 per pikul isi 40 liter. Setiap rumah tangga rata- rata butuh 3-5 pikul per hari. Padahal, kami masih harus bayar tagihan air PAM,” ujar Komariah.
Warga berusaha memprotes dan menuntut perbaikan pelayanan dengan unjuk rasa di kantor cabang operator air bersih, baik di Jakarta Utara maupun di kantor pusatnya di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. Warga juga melapor ke Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BR PAM).
Pekan depan, anggota Bidang Humas BRPAM, Riant Nugroho, berjanji akan melihat langsung kondisi di Muara Baru.
”Biasanya, kalau kami habis demo, air lancar mengalir. Namun untuk beberapa hari saja. Operator juga pernah menggali tanah depan rumah untuk perbaikan pipa. Sampai sekarang jalanan tetap tidak mulus, tetapi air tidak juga lancar,” kata Sumail.
Sumail dan Komariah berharap kedatangan BR PAM serta pengaduan ke YLBHI berdampak positif. Tujuh tahun mereka dibebani tagihan air PAM yang selalu bermasalah. Kini, mereka menuntut haknya, yaitu mendapatkan pelayanan air bersih seperti yang dijanjikan. (NEL)
Post Date : 23 Januari 2010
|