|
Jakarta, Kompas - Sejumlah warga Kecamatan Kali Deres, Jakarta Barat, belakangan ini mulai mandi di kamar mandi umum yang ada di Terminal Kali Deres. Hal ini dilakukan karena mereka kesulitan mendapatkan air bersih setelah banyak sumur di daerah itu mengering dan suplai air dari perusahaan air minum tersendat. "Sudah empat hari ini saya selalu mandi pagi di kamar mandi umum di Terminal Kali Deres. Soalnya air di rumah amat terbatas," kata Hadi Wijaya, warga RT 01 RW 03, Kali Deres, Rabu (6/9). Rutinitas baru itu membuat Hadi setiap hari harus berjalan kaki menuju Terminal Kali Deres yang berjarak sekitar 250 meter dari rumahnya. "Saya biasanya mandi pukul 05.00. Kalau terlalu siang, terminal sudah ramai. Kalau ada waktu, sekitar pukul 20.00 saya kadang ke terminal lagi untuk mandi," ujarnya. "Tetangga saya juga banyak yang mandi di terminal. Jadi kami kadang-kadang seperti mandi ramai-ramai," kata Hadi lagi. Hal senada disampaikan Sulaeman, tetangga Hadi. Menurut dia, mandi di terminal jauh lebih hemat dibandingkan di rumah. Sebab, dengan hanya membayar Rp 1.000, dia dapat mandi sepuasnya dengan air bersih. Bahkan juga dengan buang air besar. "Jika mandi di rumah, uang Rp 1.000 hanya cukup untuk mandi dengan dua jeriken air hydrant. Itu pun masih ditambah risiko kulit gatal," papar Sulaeman. Sulaeman mengaku mulai mandi di terminal setelah sekitar 10 hari lalu sumur di rumahnya mengering. Awalnya dia mencoba mengatasi hal itu dengan membeli air hydrant yang berada sekitar 150 meter dari rumahnya. Namun, air seharga Rp 500 per jeriken ukuran sekitar 20 liter itu belakangan hanya untuk mencuci baju karena kadang-kadang terasa asin dan gatal di kulit. Sedangkan untuk masak dan minum, Suleman menggunakan air isi ulang dengan harga Rp 3.500 per galon. "Saya pusing. Sudah uang makin susah dicari, pengeluaran setiap hari harus ditambah minimal Rp 6.000 untuk beli air hydrant dan mandi di terminal," ujar Sulaeman, buruh sebuah pabrik di Kali Deres. Sementara itu, Dana, warga Jalan Peta Selatan, Kali Deres, menuturkan, sejak tiga minggu terakhir dia harus begadang. Pasalnya, air bersih dari Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya yang biasanya mengalir pukul 20.00- 05.00 belakangan hanya mengalir pukul 02.00-03.00. "Itu pun kalau airnya ada. Kalau tak ada, pagi- pagi saya harus memasang selang untuk mengambil air dari sumur bor milik tetangga," ucap Dana. Dengan membayar Rp 3.500 per jam, Dana mengaku bisa mendapat dua drum air dari sumur bor tetangganya. Namun, air itu hanya dapat untuk mencuci baju karena asin. Untuk mandi, minum, dan memasak, dia harus membeli dari pedagang air keliling Rp 1.000 tiap jeriken. "Tetangga sekitar rumah saya sempat akan berunjuk rasa ke PAM. Sebab, meski air tersendat, tagihan datang terus. Namun, setelah dipikir-pikir, apa ada jaminan kalau kami berunjuk rasa, air dari PAM akan kembali mengalir lancar?" ujar Dana yang biasa menerima tagihan air PAM sekitar Rp 50.000 per bulan. Ratna Indrayani, Manajer Relasi Publik PT Palyja yang merupakan operator penyedia air minum wilayah barat Jakarta, menuturkan, pasokan air untuk wilayah Kali Deres dan sekitarnya seperti Cengkareng belakangan memang tidak normal karena suplai air dari Tangerang dan Waduk Jatiluhur pada musim kemarau ini menurun. (NWO) Post Date : 07 September 2006 |