Magelang, Kompas - Warga di lereng Gunung Merapi di wilayah Kecamatan Dukun dan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, krisis air bersih. Untuk kebutuhan mandi, mereka mengandalkan tampungan air hujan, sedangkan untuk kebutuhan minum tergantung dari suplai bantuan.
Krisis air bersih ini disebabkan oleh hilangnya sejumlah mata air akibat tertutup pasir dan abu letusan Gunung Merapi. Kondisi paling parah dialami Desa Trinjing, Mangunsoko, Sengi, Babadan, dan Kalibening.
Selain di Magelang, kasus serupa muncul di kabupaten tetangga, yakni Boyolali, yaitu di Desa Trogolele, Takeran, dan Desa Stabelan, Kecamatan Selo.
”Kalau mandi, kami harus jalan jauh mencari kolam penampungan air hujan. Kalau (airnya) habis, ya, mencari penampungan lainnya. Semua sumber air sudah mati di sini sejak Merapi meletus,” kata Pawiro (70), warga Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Magelang, Jumat (10/12).
Kecamatan Dukun dan Sawangan di Magelang serta Kecamatan Selo di Boyolali adalah tiga kecamatan yang paling dekat dengan Merapi—di sisi barat dan barat daya. Saat Gunung Merapi erupsi, hampir semua penduduk di wilayah itu mengungsi. Sebagian besar tanaman pertanian yang mereka tanam kini juga dalam kondisi memprihatinkan, mati terkubur abu dan pasir vulkanis, sebagaimana mata air-mata air yang ada di wilayah tersebut.
”Karena yang memakai (air hujan yang tertampung di sungai-sungai) banyak, ya, mandinya sedikit saja airnya, secukupnya. Yang penting basah,” ujar Satiyem (50), warga Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Boyolali.
Untuk pemenuhan kebutuhan air minum warga, setiap pagi dan sore ada pembagian air dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah. Selain itu, ada pula bantuan dari lembaga-lembaga swasta.
Kemarin, pukul 16.00, misalnya, warga antre mengambil air minum yang diangkut dengan truk-truk tangki. Setiap keluarga mendapat jatah satu jeriken ukuran 30 liter. Air sebanyak itu untuk kebutuhan satu keluarga per hari.
Masalah air bersih juga dikeluhkan warga Bantul, DI Yogyakarta. Sekitar 200 sumur warga kini tercemar lumpur, yang mengalir ke permukiman saat sejumlah sungai meluap.
Dalam kaitan itu, Palang Merah Indonesia (PMI) menyiapkan tiga mesin pompa air. Rencananya, lumpur yang mencemari sumur warga tersebut akan disedot. ”Penjernihan (sumur) menjadi kebutuhan mendesak karena air merupakan kebutuhan vital sehari-hari,” kata Hadi, anggota PMI Bantul.
Ia menambahkan, sumur-sumur yang tercemar lumpur itu berada di Dusun Pandeyan (Sewon), Karanggayam (Pleret), Sorowajan (Banguntapan), dan Ngoto (Sewon).
Lumpur dari sungai yang meluap itu telah membuat air sumur warga keruh dan berwarna kecoklatan sehingga tidak layak dikonsumsi. Di Dusun Pandeyan, warga berinisiatif meninggikan jalan kampung. Mereka menambal jalan dengan sejumlah material bongkaran rumah.
”Kami khawatir Sungai Code meluap lagi. Kalau posisi jalan terlalu rendah, dengan mudah lumpur mencemari sumur warga. Makanya, jalan kami tinggikan sekitar 20 sentimeter,” kata Murtijo, warga Pandeyan.(PRA/ENY/ENG/HAN)
Post Date : 11 Desember 2010
|