|
PERTEMUAN demi pertemuan PD Kebersihan Kota Bandung versus warga sekitar TPA Jelekong, rupanya tidak kunjung berbuah solusi. Warga sekitar TPA Jelekong, menganggap bahwa pihak PD Kebersihan Kota Bandung sama sekali tak serius menangani semua kesepakatan dalam beberapa kali pertemuan. Kini, warga Kampung Cilayung dan Ciparia Kelurahan Wargamekar Baleendah sudah lelah bermusyawarah. Mereka hanya menginginkan agar TPA Jelekong ditutup secepatnya. Terakhir kali, warga dan PD Kebersihan Kota Bandung bertemu dilakukan 1 September 2005 lalu bertempat di Kantor Kecamatan Baleendah. Terdapat beberapa kesepakatan dalam pertemuan itu. Salah satunya, pihak PD Kebersihan akan segera mengoptimalkan fungsi kolam pengolah air lindih serta perawatan sarananya, akan dilakukannya penyemprotan di wilayah permukiman warga sebanyak dua kali dalam sebulan, untuk menghindari timbulnya berbagai macam penyakit, serta diadakannya pengobatan gratis terhadap warga. PD Kebersihan juga sepakat untuk mengirmir selokan, pengaspalan jalan, serta perbaikan rumah warga yang retak secara bertahap. Selain itu, akan diadakan proses pembinaan terhadap para pemulung, dan tidak akan memperluas lahan TPA Jelekong yang kapasitasnya diperkirakan berakhir hingga Februari 2006 nanti. Semua kesepakatan itu, sama sekali tak dijalankan. Tidak ada pengobatan gratis, penyemprotan, pengoperasian kolam pengolah air lindih, apalagi memperbaiki rumah retak. Kita semua sudah capek dengan pertemuan demi pertemuan yang tak pernah menghasilkan," keluh Dadi (35), warga sekitar. Keluhan demi keluhan dari masyarakat itu, tidak muncul begitu saja tanpa alasan. Tercemarnya air sumur warga oleh bau sampah, adanya sejumlah ledakan gas metan dari hasil pembusukan sampah, hingga kecemasan akan bahaya longsor seperti halnya di TPA Leuwigajah, tidak dapat disembunyikan lagi. Belum lagi adanya dinding-dinding rumah yang retak akibat getaran mesin-mesin berat dan labilnya tanah di sekitar TPA. Ketenangan warga juga sedikit terusik dengan deru kendaraan sampah yang datang di luar jam kerja mereka. Penolakan warga terhadap keberadaan TPA Jelekong sebenarnya tak hanya muncul beberapa bulan terakhir. Ternyata, warga menolak sejak rencana pembangunan TPA ini 1992 lalu. Sebut saja Eddy Suryana, salah seorang tokoh Kampung Cilayung Wargamekar. Sejak pertama kali Bandung Urban Development Project (BUDP) berencana menjadikan wilayah Jelekong ini menjadi TPA, ia bersama warganya terus mengungkapkan aksi penolakan. Ia menggunting semua pemberitaan koran-koran seperti Pikiran Rakyat, Bandung Pos, dan Mandala yang menyinggung keberadaan TPA Jelekong. Selain tentang TPA Jelekong, sejumlah prediksi ahli serta gejolak warga di TPA lain di Jawa Barat juga diklipingnya. Percaya atau tidak, salah satu kliping milik Eddy dari Pikiran Rakyat terbitan 7 Desember 1992, berisi tentang kekhawatiran warga Leuwigajah akan bahaya longsor sampah yang terjadi setelah beberapa tahun sesudahnya. Semua ada buktinya. Jika saja TPA Jelekong ini terus difungsikan tanpa memperhatikan aspirasi warga, tak menutup kemungkinan bencana akan timbul di TPA ini. Semuanya akan kita serahkan pada Pemkab Bandung. Terus terang, kita sudah lelah melakukan penolakan sejak dulu," kata Eddy lirih. Eddy menjabat sebagai Ketua RW 04 di Kampung Cilayung saat TPA Jelekong pertama kali dibangun. Sewaktu belum dijadikan TPA, ia sengaja mengambil sejumlah gambar melalui kamera saku miliknya, untuk menggambarkan rona awal daerahnya. Ia pun mengajak untuk membandingkan bagaimana perubahan daerahnya setelah beberapa tahun dibangun TPA di wilayahnya. Tidak ada lagi tanaman-tanaman hijau di sepanjang jalan, atau jalan-jalan bersih dan resik, serta segarnya udara pegunungan di sekitar Kampung Cilayung dan Ciparia. Kini, pertanian dan kebun milik warga mati karena kondisi tanahnya tak sesuai lagi, ikan-ikan di kolam pun banyak yang mati karena airnya sudah tercemar. Dulu, hampir setiap pagi saya biasa berolah raga ke bukit di sebelah selatan. Kalau sekarang, jangankan berolah raga, hanya untuk lewat pun rasanya sudah malas, kata Wawan, salah seorang warga Cilayung lainnya. Saat ini, hampir seluruh kawasan TPA Jelekong telah penuh tertimbun sampah. Hampir tak ada ruang lagi untuk membuang sampah kecuali dengan memapas bukit di samping TPA tersebut. Bahkan, tinggi tumpukan sampah di sebelah barat telah berada sekira dua meter di atas badan jalan hingga dapat ambrol kapan saja. Rupanya, Pemkot maupun Pemkab Bandung sudah saatnya merumuskan tentang solusi penanganan dampak dari kondisi yang dialami warga sekitar TPA Jelekong. Tidak hanya sekarang, melainkan saat tempat ini tak lagi difungsikan sebagai TPA. Meski hanya difungsikan selama 10 tahun lebih, tak menutup kemungkinan dampak gunungan sampah itu akan terasa oleh warga seumur hidupnya. (Deni Yudiawan/PR) Post Date : 22 November 2005 |