|
Bandung, Kompas - Setelah evakuasi korban longsor Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah berakhir, nasib para korban yang masih hidup sampai sekarang telantar. Mereka kehilangan sumber mata pencarian sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. "Pemerintah harus melakukan penanganan jangka pendek sebelum penanganan jangka panjang terwujud," kata Yod Mintaraga, Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung, dalam audiensi Komisi C dengan sembilan warga Kampung Pojok, Desa Leuwigajah, Cimahi, dan Kampung Pojok, Desa Batujajar Timur, Kabupaten Bandung, Rabu (23/3). Penanganan jangka pendek yang dimaksud Yod adalah pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, seperti kebutuhan makan dan mengontrak rumah. Sementara penanganan jangka panjang adalah pemberian ganti rugi atau relokasi. Yod menyatakan, Pemerintah Kabupaten dan Kota Bandung, Kota Cimahi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung saat ini sedang membahas masalah ganti rugi atau relokasi. Warga mengatakan, mereka yang kehilangan rumah akibat longsor selama ini tinggal di rumah kerabat yang selamat. Kehadiran mereka menambah beban hidup keluarga saudara maupun kerabat yang ditumpangi sebab para korban sudah tidak memiliki mata pencarian. Warga datang ke DPRD untuk menanyakan kejelasan pertanggungjawaban tiga pemerintahan kota dan kabupaten, Pemprov Jabar, dan PD Kebersihan soal ganti rugi untuk korban longsor. Akum (65), salah seorang korban, mengatakan, selain kehilangan empat anggota keluarga, sawahnya juga tertimbun sampah hingga dia tak memiliki mata pencarian lagi. Menunggu ganti rugi Untuk kebutuhan sehari-hari, Akum mengandalkan pemberian dari posko evakuasi korban longsor. Namun, setelah masa evakuasi berakhir dan posko di kampungnya ditutup, Akum dan keluarganya kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, terutama makan sehari-hari. "Kapan sumbangan akan disampaikan pada kami? Selama ini saya hanya menerima uang pemakaman dan tahlilan Rp 500.000 per jiwa," kata Akum. Sementara itu, Dadang (28) yang kehilangan lima anggota keluarga, termasuk orangtuanya, menuntut agar pemerintah segera memberi ganti rugi tanah dan rumah keluarganya. Akibat longsor, Dadang kehilangan dua rumah seluas 160 m2 dan 55 m2 senilai Rp 150 juta. Dia juga menuntut penggantian tanah seluas 2.450 m2 senilai Rp 350 juta karena harga tanah di kampungnya kini berharga Rp 2 juta per tum- bak (satu tumbak sama dengan 14 m2). Sunarya dan Dede, korban lainnya, mengaku tidak mau hidup lagi di kampung mereka karena asap tebal masih terus terjadi dan mereka takut akan terjadi longsor. Namun, mereka tidak akan meninggalkan kampungnya sebelum mendapat ganti rugi. (y09) Post Date : 24 Maret 2005 |