SEMARANG, KOMPAS - Sebagian warga di Kota Semarang masih kesulitan mengakses air bersih yang digunakan untuk keperluan minum dan memasak. Masih terbatasnya jaringan dan buruknya kualitas air dari Perusahaan Daerah Air Minum "Tirta Moedal" membuat tidak semua penduduk dapat menikmati layanan air bersih.
Umi Jamilah (50), warga Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, mengaku harus membeli air bersih dengan cara menyambungkan pipa ke tetangganya yang memiliki sumur artesis dengan biaya Rp 4.000 per jam. "Air yang mengalir satu jam itu cukup untuk tiga hari," ucap Umi, Minggu (27/6).
Alasannya, air dari jaringan PDAM berwarna keruh kecoklatan dan berbau menyengat. "Daripada diminum malah jadi penyakit, mending saya beli air bersih," kata Umi.
Pejabat sementara Direktur Utama PDAM "Tirta Moedal" Kota Semarang Adi Tri Hananto mengakui, untuk memenuhi kebutuhan air bersih seluruh warga Semarang membutuhkan investasi yang cukup besar. "Padahal, sekarang PDAM tidak punya dana," ucapnya.
Adi mengungkapkan, masih buruknya kualitas air di beberapa lokasi tidak terlepas dari pengolahan air baku yang perlu ditingkatkan. Untuk Semarang bagian utara, misalnya, air baku dipasok dari Bendungan Klambu, Grobogan, dengan pipa yang didesain terbuka sehingga memudahkan kualitas air berubah dengan cepat. "Jika ingin membenahi teknik pengolahannya, biayanya juga tidak sedikit," kata Adi.
Reinvestasi
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Andreas Lako di Kota Semarang, Minggu (27/6), mengungkapkan, jika diuangkan, kerugian akibat kebocoran produksi PDAM itu mencapai Rp 3 miliar setiap bulannya.
Akibat kebocoran itu, PDAM menjadi tidak efisien dan harus membebankan kerugian kepada pelanggan. Masyarakat Kota Semarang yang sudah terjangkau PDAM pun baru sekitar 58 persen. "Kebocoran ini disebabkan pipa-pipa yang sudah tua. Tidak ada cara lain untuk membenahinya, kecuali reinvestasi untuk mengganti dengan pipa-pipa yang baru. Cara satu-satunya untuk reinvestasi adalah dengan bantuan pemerintah," kata Andreas.
Menurut Andreas, kebocoran yang sudah terjadi secara sistematis itu akan sulit ditangani sendirian oleh PDAM. Dengan pertambahan pelanggan, tanpa pembenahan secara menyeluruh, kebocoran juga akan terus bertambah.
Ketua Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) Jawa Tengah Hasan Aoni mengungkapkan, faktor penyebab tidak efisiennya kinerja PDAM bukan semata-mata disebabkan buruknya manajemen.
Ada faktor-faktor lain seperti kondisi instalasi yang buruk dan harus diganti. Hal itu tidak dapat dilakukan PDAM tanpa bantuan pemerintah daerah setempat. Jika tidak membantu investasi, pemda dapat membantu dengan pemasangan pipa baru sehingga PDAM dapat menjangkau daerah-daerah yang selama ini tidak teraliri air bersih dari PDAM. (ilo/uti)
Post Date : 28 Juni 2010
|