|
MOJOKERTO - Memasuki musim hujan, warga yang tinggal di lingkungan TPA Randegan, Kelurahan Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto, semakin resah. Karena kondisi air sumur semakin menguning. Sementara air tandon yang didatangkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sering telat. Padahal, air tersebut menjadi gantungan warga untuk kebutuhan konsumsi. Supaat, salah satu warga yang tinggal di sekitar TPA Randegan Kelurahan mengungkapkan, air tandon yang didatangkan DKP dari PDAM, biasanya sepekan datang tiga kali. Senin, Rabu dan Jumat. Tetapi, belakangan hanya datang satu kali dalam sepekan. "Ini sudah habis, datang terakhir Jumat lalu. Seharusnya, Senin dan Rabu hari ini datang, tetapi ternyata tidak," paparnya. Apalagi kapasitas tandon itu sangat terbatas. Hanya mampu menampung hingga 2.500 liter air. Hanya cukup untuk dua hari bagi 11 kepala keluarga (KK) di lingkungan TPA. "Apalagi warga dari luar juga turut mengambilnya. Karena itu, biasanya sehari juga sudah habis," terangnya. Oleh warga, air tandon biasanya hanya dipergunakan untuk kebutuhan konsumsi. Untuk keperluan lainnya, mereka menggunakan air sumur yang sudah menguning. Tapi, karena air tendon sering langka, warga pun terpaksa menggunakan air sumur untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Padahal, air sumurnya telah menguning. Tidak layak untuk dikonsumsi, seperti untuk air minum ataupun menanak nasi. "Rasanya ampang kalau untuk dikonsumsi. Nasinya juga berubah jadi kuning," terangnya. Selain itu, tentunya kurang baik dari sisi kesehatan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan ada kandungan racun atau bakteri di dalamnya. Karena diduga, air sumur tersebut telah terkontaminasi sampah. Terlebih pada musim hujan nanti, rembesan air sampah dengan mudah mengalir ke sumur warga. Karena airnya melimpah dan tidak tertampung. Hingga tidak tertutup kemungkinan air rembesan dari sampah itulah yang menjadi konsumsi warga. "Adanya air seperti ini mau bagaimana lagi," tukasnya. Jarak perumahan warga dengan TPA memang sangat dekat. Bahkan, hampir tidak terpisahkan. Karena masih dalam satu lingkungan. Setidaknya terdapat 11 KK yang rumahnya berjarak 50 meter dari gundukan sampah aktif. Di sisi agak luar, berjarak 100 meter hingga 200 meter juga terdapat banyak rumah warga. Bahkan, juga terdapat kompleks perumahan. Apakah nasib mereka juga sama? "Yang jelas, mereka juga sering ikut ambil air tandon," kata Parsih, warga lainya sewot. Kepala DKP Sutarwanto menegaskan, pihaknya memang menyediakan air tendon itu untuk konsumsi. Hanya, terkait keterlambatan pengiriman, dia menegaskan akan berkoordinasi lebih lanjut. "Kita akan cek. Jika memang frekuensi pengirimannya kurang, ya akan kita tambah," ungkapnya. Terkait air sampah yang merembes ke sumur warga, pihaknya juga telah mengantisipasi. Melalui pembangunan dua kolam lindi. Masing-masing berukuran 2 meter x 3 meter dengan kedalaman 1,5 meter. "Kolam itu untuk menampung rembesan air sampah. Karena memang selalu melimpah saat musim hujan. Rencananya, kita akan membuat beberapa kolam lindi lagi, berukuran 3 meter x 4 meter," jelas dia. Selain itu, ada dua sumur pantau, untuk mendeteksi kadar racun dalam air. Salah satunya di dekat pemukiman warga. "Secara teratur dari situ kita lakukan cek kadar air," jelasnya. Walaupun sampai saat ini dia tidak tahu kadar logam maupun tingkat bahaya air sumur warga yang menguning itu. (jif) Post Date : 08 November 2007 |