|
Hujan deras yang mulai mengguyur Ibu Kota ternyata tidak menjadi sinyal mimpi buruk bagi warga yang tinggal di daerah bantaran Sungai Ciliwung. Mereka sudah terbiasa dengan banjir sehingga bukan lagi sesuatu yang menakutkan. "Yang kami khawatirkan adalah bersih-bersihnya. Semua barang kami kotor kena lumpur. Kalau banjirnya sendiri sih senang. Bisa main air," kata Eva (29), warga Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (5/12). Seringnya banjir yang melanda dianggap biasa oleh warga. Mereka tidak lagi takut hanyut atau juga kelaparan karena terjebak banjir. Mereka tidak menyimpan persediaan makanan. "Kalau memang nanti banjir, pasti ada dapur umum. Lagian, biasanya kami masih bisa keluar beli makanan, sambil nyebur di air," kata Ny Anna (55). Mereka memang mengaku tidak takut banjir dan tidak trauma terhadap banjir. Padahal, pada banjir tahun 2004, lemari baju Eva terbalik dan seluruh bajunya rusak dan kotor. "Tidak ada yang bisa dipakai lagi. Saya buang saja. Lalu saya pakai baju dari sumbangan," kenang Eva. Jika air Sungai Ciliwung mulai naik, mereka juga tidak serta-merta panik. Bahkan juga ketika air sungai sudah masuk ke dalam rumah. Mereka mengaku sudah hafal. Jika ketinggian air kira-kira masih 60 cm, yang mereka lakukan hanya memindahkan barang-barang elektronik, seperti pesawat televisi dan lemari es, ke atas meja. Akan tetapi, jika ketinggian air mencapai satu meter, barulah mereka mulai waspada. Untuk surat-surat penting biasanya mereka sudah simpan di lantai atas. "Kalau airnya tidak bertambah-tambah, ya kami santai aja. Namun kalau gerakan airnya naik cepat, nah itu baru...," ujar Mahmud (46), salah seorang warga Kampung Melayu. Santai dan memantau Mahmud juga mengatakan, semua warga walau terlihat santai, tetapi mereka terus memantau ketinggian air di Pintu Air Manggarai. Pemantauan dilakukan oleh petugas RW melalui radio yang terkoneksi ke Pintu Air Depok dan Pintu Air Manggarai. Informasi dari kedua petugas pintu air itulah yang akan menentukan kewaspadaan warga. "Kalau ketinggian air di Depok mencapai 200 cm dan di Manggarai 72 cm, barulah kami waspada penuh. Makanya kami tidak takut Jakarta hujan. Yang kami takutkan kalau di Depok hujan. Bakal dapat kiriman banjir," ujar Acang (54), petugas hansip RW 02, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. Di Sekretariat RW 02 sendiri sudah ditempel petunjuk apa yang harus dilakukan warga jika terjadi banjir. Selain itu, juga sudah ada 15 jaket pelampung berwarna oranye, 15 buah ban dalam mobil, dua gulung tambang, dan alat-alat kebersihan. "Sebenarnya yang kami perlukan itu lampu petromaks dan tambang yang lebih panjang. Tambang yang kami dapat sepertinya tidak cukup mencapai seluruh rumah warga. Apalagi di sini banyak simpangan," kata Mahmud. Baik Mahmud, Eva, Anna, dan warga lainnya sebenarnya capek juga jika setiap tahun harus mengalami banjir. Namun untuk pindah dari sana, mereka juga tidak punya uang membeli rumah. "Rumah petak ini satu-satunya peninggalan suami saya. Makanya, biar kena banjir, saya senang tinggal di sini," kata Eva yang tinggal di Kampung Melayu sejak tahun 1980. (M CLARA WRESTI) Post Date : 06 Desember 2006 |