Warga Kabanjahe Terpaksa Beli Air

Sumber:kompas - 11 Agustus 2006
Kategori:Air Minum
Kabanjahe, Kompas - Warga Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo membeli air bersih untuk keperluan sehari-hari karena aliran air dari Perusahaan Daerah Air Minum terhenti. Warga biasa membeli air yang dijual keliling oleh pedagang dengan mobil pikap terbuka antara Rp 4.000 - Rp 6.000 per drum, tergantung jauh dekatnya jarak dari sumur bor.

"Jika musim kemarau selalu begini. Ini sudah dua minggu kami tidak ada air dari PAM (Perusahaan Air Minum). Kami tidak mempunyai air sumur. Jadi, untuk keperluan sehari-hari kami selalu membeli air," tutur Amnestia Tarigan saat ditemui di rumahnya, Selasa (8/8) lalu.

Amnestia, dan sebagian besar warga Kebanjahe tidak mempunyai sumur. Mereka tergantung dari pasokan air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pada musim kemarau ini, sudah dua pasokan air PDAM terhenti. Satu-satunya jalan adalah membeli air. Air itu dia tampung di dalam drum plastik di belakang rumahnya untuk keperluan memasak, mandi, dan mencuci.

Camat Kabanjahe Jamin Ginting membenarkan sulitnya mencari air bersih di daerahnya. Jamin sendiri membeli air bersih tiga drum untuk kebutuhan satu hari senilai Rp5 .000 per drum. "Kebutuhan air saya dipakai untuk tujuh orang di rumah. Kami membutuhkannya untuk semua keperluan mandi cuci, dan masak," tuturnya.

Menurut Jamin, persoalan air bersih di Kabanjahe sudah terjadi bertahun-tahun, apalagi saat musim kemarau tiba. Padahal, tidak jauh dari Kabanjahe terdapat sumber mata air dari Sungai Sunga Lau Da. "Ini karena pengelolaan air yang belum profesional. Saat kemarau, PDAM menggilir pasokan ke masing-masing lingkungan empat hari sekali melalui saluran pipa air. Tetapi distribusi bergilir itu tidak lancar dan sering macat sehingga pasokan air terhenti," tutur Jamin.

Turun

Salah faktor terhambatnya pasokan air ke warga menurunnya debit air di sumber-sumber mata air di sekitar Kabanjahe. Menurut Jamin, dari sekitar 56.000 jiwa penduduk Kabanjahe 70 persen di antaranya kesulitan mendapatkan air bersih. "Di daerah kami sulit menggali air sumur. Air baru ada setelah penggalian mencapai ratusan meter. Jadi, tidak banyak warga yang membuat sumur bor karena biayanya terlalu tinggi," kata Jamin.

Petani Holtikultura Desa Raya, Kecamatan Berastagi Beni Sembiring juga membeli air dari tangki air untuk menyirami tanaman di ladangnya. "Tempat penampungan air milik kami sudah tidak ada airnya. Terpaksa kami beli air dari tangki berkapasitas 5.000 liter senilai Rp 100.000 - Rp 110.000 per tangki. Jika mobil tangki tidak ada, kami membawa air PAM dari rumah, tetapi ini butuh biaya tinggi," kata Beni.

Beni menuturkan, dia tidak mungkin mengambil air dari sumur bor karena biayanya terlalu mahal. Untuk mendapatkan air, baru bisa setelah mengebor tanah sedalam antara 80--100 meter. "Sekarang ini kondisinya tanaman banyak memerlukan air, tetapi pasokan air sulit. Saya khawatir akan berpengaruh pada hasil," kata Beni. (NDY)

Post Date : 11 Agustus 2006