|
PATI - Sebagian besar warga Desa Jimbaran, Kecamatan Kayen, Pati, menolak pembangunan sarana air bersih. Pasalnya, tanpa ada penjelasan sebelumnya ke warga, tiba-tiba ada kontraktor/rekanan yang menggarap proyek tersebut yang mengambil sumber air dari mata air Punden Dodo Simbar Joyokusomo. Ketika tim melakukan sosialisasi dengan warga di balai desa, Sabtu (20/8) lalu, suasana sempat memanas, terutama saat warga diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan saran-saran. Sebab, begitu ada yang menyampaikan penolakan terhadap masalah tersebut, langsung disambut dengan teriakan tidak setuju oleh massa. Padahal, termin pertama penyampaian usul, saran, dan pendapat itu, baru dibuka untuk tiga penanya. Dengan demikian, apa yang disampaikan oleh Ketua Tim Bawonoto yang juga Kasubdin Bina Program Dinas Permukiman dan Prasarana (Diskimpras) Kabupaten Pati, Camat Kayen Drs Tedjo Purnomo, serta Wakil Ketua Komisi C DPRD Suharto GL SH tersebut sama sekali diabaikan. Hadir dalam kesempatan itu, selain rekanan dari CV Meicon, juga Kades Jimbaran, Kahono. Heri, seorang anggota Karang Taruna, justru melontarkan tuduhan bahwa ada kepentingan tertentu di balik pembangunan sarana air bersih yang mengambil air dari sumber air Dodo. Karena itu, dia menyatakan tak setuju. Bila ada pihak-pihak yang menyatakan debit air mencapai 5 liter/detik, menurut Heri, tak benar. Pada musim penghujan, air dari sumber tersebut memang cukup memenuhi kebutuhan warga seitar. Tetapi pada musim kemarau, untuk mengairi lahan milik warga setempat saja selama ini masih kurang. ''Bagaimana air itu akan dialirkan untuk warga di Desa Slungkep dan Desa/Kecamatan Kayen. Apalagi, jika sampai digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih rumah sakit,'' tanyanya. Di samping itu, masih kata Heri, menurut kepercayaan masyarakat, sumber air itu dianggap keramat. Mereka yang memercayai hal itu tak hanya warga Jimbaran saja, tapi juga sebagian warga Jepara dan Kudus, sehingga warga Jimbaran tidak setuju. Penolakan juga disampaikan oleh Tohir (68), yang selama ini menjadi pengurus Dharma Tirta. Menurut Tohir, pada musim kemarau masih kurang. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan air buat bercocok tanam, warga sudah dibantu dengan pengambilan air dari Gua Pancur. Oleh karena itu, pembagian air ke areal pertanian harus dilakukan secara bergilir. ''Hal itu biasa terjadi mulai Juni hingga Agustus, sehingga sangat tidak mungkin sumber air Dodo harus dibagi-bagikan ke desa lain,'' ujar Tohir. Wakil Ketua Komisi C DPRD, Suharto GL SH, sangat menyayangkan jika proyek pengadaan sarana air bersih untuk Desa Jimbaran, Slungkep, dan Kayen itu sampai gagal. Proyek senilai Rp 750 juta itu bersumber dari dana alokasi khusus (DAK). Pada kesempatan tersebut, Kasubdin Bina Program Diskimpras, Bawonoto, tidak banyak berkomentar. ''Sebenarnya sosialisasi proyek itu sudah dilakukan, baik kepada tokoh masyarakat maupun kepala desa, tapi kalau warga yang lain menolak mau bagaimana?'' tutur Bawonoto. (ad-54h) Post Date : 22 Agustus 2005 |