|
GARUT--Rencana pembangunan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Desa Jangkurang, Kec Leles, Kab Garut, mendapat penolakan keras dari warga sekitar lokasi tersebut. Penolakan terhadap rencana pembangunan TPA seluas 10 hektare tersebut tidak hanya datang dari warga, tapi juga kalangan ewan. Menurut Kepala Desa Jangkurang, Rahman Santoso, pada dasarnya pihaknya menyetujui rencana pemkab tersebut. Namun, ungkapnya, pihak desa dan warga yang tinggal di sekitar lokasi tersebut harus mendapat kompensasi yang jelas.''Jika kami tidak mendapatkan kompensasi tersebut, kami akan tolak dengan keras,''ujarnya dengan nada tinggi kepada wartawan, Kamis (11/5). Kompensasi tersebut, lanjut Rahman, dibutuhkan masyarakat sekitar TPA. Kompensasi tersebut, cetus dia, harus jelas. ''Kami akan tolak pembangunan TPA tersebut jika tidak jelas kompensasinya bagi warga,''ujarnya. Suara penolakan juga datang dari Ny Lilis Yuningsih (40 tahun), seorang warga Kampung Ciheuleut RT 02 RW 15 Desa Jangkurang. Ia mengaku tidak mengetahui sama sekali perihal rencana pemkab yang akan membangun TPA di kampungnya tersebut.''Saya malah tidak tahu sama sekali dengan rencana pembangunan TPA tersebut di sini,''katanya. Sementara itu, DPRD Kab Garut akan bersikap keras jika rencana pemkab membangun TPA tersebut ternyata dilakukan untuk menampung sampah secara mentah dari Kota Bandung. Menurut Sekretaris Komisi B DPRD Kab Garut, Yayat Hidayat, untuk rencana pembangunan tersebut mestinya pemkab menerapkan sistem pengolahan sampah. Artinya, imbuh Yayat, sampah sampah dari Bandung itu sudah dipisahkan terlebih dahulu.''Jangan hanya untuk pembuangan secara langsung, itu tidak akan pernah kami setujui,''katanya di Garut, Kamis (11/5). Dengan sistem pemisahkan sampah, ungkap Yayat, pemkab tidak akan menerima dampak yang buruk dari penerimaan sampah tersebut.''Karena jika tidak dicacah dulu di Bandung, limbah yang dihasilkan dari sampah mentah akan sangat membahayakan lingkungan dan kesehatan warga sekitar,''tuturnya. Dari Kab Bandung dilaporkan, meski Bupati Bandung, Obar Sobarna, telah menetapkan Legok Nangka sebagai TPA bagi Kota Bandung dan Kota Cimahi, namun DPRD setempat belum tentu menyetujuinya. ''Meskipun memang lokasi tersebut sudah sesuai dengan RTRW (rencana tata ruang wilayah-red), kami (DPRD-red) tetap harus memastikan bahwa penetapan lokasi tersebut sebagai TPA tidak akan bermasalah. Oleh karena itu, tetap harus dikaji,''kata Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Aam Salam Taufik, kepada Republika, Kamis (11/5). Sebelumnya, bupati Kabupaten Bandung, Obar Sobarna menyebutkan lokasi calon TPA untuk Kota Bandung dan Kota Cimahi berada di Kampung Legok Nangka, Desa Ciherang, Kecamatan Nagreg. Menurut Aam, bupati juga menjelaskan bahwa tidak ada penolakan dari masyarakat sekitar lokasi TPA. ''Tapi kita itu kan baru dengar dari elitnya saja. Kita perlu survei langsung ke lokasi untuk menanyakan langsung,''ujarnya. Sementara itu, Pemkot Bandung diminta mencanangkan pemanfaatan incenerator untuk memusnahkan sampah. Pemprov Jabar siap memberi dana subsidi pembelian incenerator di tingkat desa hingga RT/RT. Gubernur Jabar, Danny Setiawan, mengatakan, penerapan incenerator sangat efektif dalam menangani sampah di Kota Bandung saat ini. Dalam kondisi darurat sampah ini, kata dia, dibutuhkan penanganan yang cepat. ''Dengan incenerator, maka sampah akan cepat dimusnahkan,'' ujar Danny kepada wartawan di Gedung Sate, Kamis (11/5). Namun, papar dia, pemanfaatan incenerator itu harus diterapkan di tingkat RT dan RW. Konsidi sampah di Kota Bandung kian memprihatinkan. Lalat dan belatung sudah menjadi penghuni baru di sejumlah TPS di Kota Bandung. Akibatnya, warung, toko, atau tempat jualan di sekitar TPS mengeluhkan penurunan pendapatan. Bahkan, ada sejumlah warung makan yang tutup. (san/rfa/mus/ren ) Post Date : 12 Mei 2006 |